HUKUM
PERIZINAN SEBAGAI INSTRUMEN
PENCEGAHAN
KERUSAKAN SUMBER DAYA ALAM DAN
LINGKUNGAN HIDUP
Orasi
ilmiah
Disampaikan Pada Acara Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Tetap Bidang Ilmu Hukum Administrasi/ Lingkungan Pada
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Di
Ruang Rapat Utama Rektorat
Universitas Bengkulu,
Kamis, 15 Oktober 2015
Oleh:
ISKANDAR
KEMENTERIAN
RISTEK DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BENGKULU BENGKULU, 2015
===============================================================
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam
sejahtera bagi kita semua
Yang Terhormat,
§ Rektor dan Wakil
Rektor Universitas Bengkulu
§ Ketua, Sekretaris dan
Anggota Senat Akademik Universitas Bengkulu
§ Guru Besar Universitas
Bengkulu dan Guru Besar Tamu Undangan
§ Anggota Muspida
Propinsi Bengkulu
§ Rektor dan Wakil Rektor
Perguruan Tinggi Swasta di Provinsi Bengkulu
§ Dekan, Wakil Dekan, Ketua
Lembaga dan Ketua dan Sekretaris Program Pascasarjana di Lingkungan Universitas
Bengkulu
§ Dosen, Tenaga
Kependidikan, dan Mahasiswa Universitas Bengkulu, khususnya Fakultas Hukum
§ Tamu undangan dan
hadirin yang saya muliakan
Pada kesempatan yang sangat
membahagiakan ini, marilah kita memanjatkan syukur Alhamdulillah kepada Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga pada hari
ini kita diizinkan berkumpul di Ruang Rapat Utama Rektorat Universitas Bengkulu, dalam keadaan
sehat wal’afiat untuk mengikuti upacara pengukuhan kami sebagai Guru Besar
Tetap bidang Ilmu Hukum Administrasi/Lingkungan pada Fakultas Hukum Universias
Bengkulu. Salam dan sholawat disampaikan kepada junjungan kita Nabi besar
Rasulullah Muhammad SAW yang kita harapkan bersama syafaatnya pada hari
pembalasan nanti.
Dengan kerendahan hati, perkenankanlah
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik
Indonesia, melalui Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi yang telah memberi
kepercayaan mengangkat saya sebagai Guru Besar Tetap bidang Ilmu Hukum
Administrasi/Lingkungan pada Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, dan Rektor serta
Senat Universitas Bengkulu yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
menyampaikan orasi
ilmiah
di hadapan sidang yang terhormat ini. Ucapan terima kasih juga saya haturkan
kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu dan kepada Bapak/Ibu/Saudara
sekalian hadirin yang telah menyempatkan diri di antara kesibukan dan waktunya
yang sangat berharga untuk menghadiri acara pengukuhan ini.
PENGANTAR
Ketua
Senat dan Hadirin yang saya hormati,
Izinkanlah
saya pada kesempatan ini menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan saya
sebagai Guru Besar Tetap bidang Ilmu Hukum Administrasi/Lingkungan pada
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, dengan tema sentral: “Hukum Perizinan Sebagai
Instrumen Pencegahan Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup” Diangkatnya
tema ini, didasarkan atas keprihatinan saya dan mungkin juga keprihatinan kita
semua, atas kerusakan sumberdaya alam (SDA)[1] dan lingkungan hidup
(LH)[2] yang seharusnya dapat
dijaga keberlajutan dalam pemanfaatannya. Salah satu penyebab terjadinya kerusakan
SDA dan LH tersebut yaitu belum diterapkan dan tidak ditegakkannya hukum perizinan
dalam pengelolaan SDA dan LH, hukum terkesampingkan oleh berbagai kepentingan.
PERIZINAN SEBAGAI INSTRUMEN HUKUM
ADMINISTRASI
Ketua
Senat dan Hadirin yang saya hormati,
Salah
satu bentuk tindak pemerintahan (bestuur handeling) yaitu mengeluarkan
keputusan tata usaha negara (KTUN/ beschikking).[3] Salah satu bentuk
KTUN/beschikking yaitu keputusan izin (vergunning).[4] Izin merupakan
instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. N.M. Spelt dan
J.B.J.M. ten Berge[5] menyatakan bahwa izin
merupakan instrumen yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga negara. Izin
merupakan suatu persetujuan yang diberikan kepada seseorang atau badan hukum
perdata untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Aktivitas dimaksud
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan tidak boleh atau dilarang
untuk dilakukan, kecuali setelah mendapat persetujuan dari pejabat yang
berwenang. Artinya suatu aktivitas hanya boleh dilakukan setelah mendapat izin.
Izin hanya akan diberikan oleh pejabat yang berwenang setelah dipenuhinya
sejumlah persyaratan sebagaimana yang ditetapkan oleh peraturan dasarnya. Harus
dipenuhinya sejumlah persyaratan merupakan bentuk pengawasan dari pemerintah
yang harus dilakukan untuk kepentingan umum.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa izin merupakan norma larangan, yaitu suatu
norma yang melarang suatu aktivitas dilakukan begitu saja tanpa persetujuan
dari pejabat yang berwenang, dan persetujuan hanya akan diberikan setelah
dipenuhinya persyaratan yang ditentukan. Tujuan dari norma larangan tersebut
yaitu agar tercipta suatu ketertiban dan keteraturan yaitu dengan
mengarahkan/mengendalikan (sturen) aktivitas tertentu, untuk mencegah
bahaya bagi lingkungan atau untuk melindungi SDA dan LH, melindungi obyek
tertentu, untuk membagi benda atau properti publik yang jumlahnya
sedikit/terbatas.[6]
Pengaturan hukum perizinan
dapat berupa pemenuhan persyaratan, hak dan kewajiban, larangan serta ketentuan
terkait yang harus dipatuhi. Implikasinya jika persyaratan, kewajiban, larangan,
dan ketentuan yang dimintakan dalam izin tidak terpenuhi, maka akan berdampak
terhadap keabsahan izin itu sendiri. Tidak dipenuhinya persyaratan, kewajiban
maupun larangan itu merupakan tindakan pelanggaran,
yang akan berujung pada sanksi hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata
yang melanggar. Pelanggaran tersebut sangat mungkin terjadi, mengingat dalam
masyarakat terdapat individu dengan sikap yang beragam dalam hal kepatuhan
terhadap hukum. Agar pelaksanaan aturan tersebut dapat selalu dalam koridor
hukum, maka dalam implementasi hukum perizinan tersebut diperlukan adanya sanksi
untuk menjamin adanya kepastian hukum, konsistensi dalam pelaksanaan, dan juga penegakannya.
Sanksi tersebut dapat berupa sanksi administrasi, sanksi perdata, ataupun
sanksi pidana.[7] Pengaturan
sanksi dalam hukum
perizinan dimaksudkan untuk mengendalikan kegiatan yang memiliki peluang
menimbulkan gangguan pada kepentingan umum.[8]
Dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH), terdapat 2 (dua) jenis izin, yaitu izin lingkungan dan izin usaha
dan/atau kegiatan.[9] Izin lingkungan
merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan. Tanpa izin
lingkungan, maka izin usaha dan/atau kegiatan tidak dapat diberikan. Sebelum
adanya kewajiban harus memiliki izin lingkungan sebagaimana ketentuan UUPPLH
ini, izin usaha dan/atau kegiatan hanya dapat diberikan setelah dinyatakan
layak lingkungan berdasarkan hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL) dan atau upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan
lingkungan (UPL). Izin usaha dan/atau kegiatan semestinya tidak diberikan sebelum terpenuhinya kelengkapan
dokumen tersebut, namun pada kenyataannya ketentuan ini seringkali dilanggar,
akibatnya kerusakan SDA dan LH semakin tidak terkendali.[10]
Pelestarian fungsi
lingkungan hidup dalam pengelolaan SDA hanya akan tercapai apabila ketentuan
hukum perizinan berfungsi secara efektif
dan ditegakkan dengan konsisten. Namun kenyataannya dalam praktik, izin
hanya dipandang sebagai instrumen peningkatan investasi untuk pertumbuhan
ekonomi, oleh karenannya ada asumsi pemberian izin harus dipermudah.[11] Bahkan sistem
perizinan dianggap sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD), sehingga setiap
satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melalui pelayanan perizinan diwajibkan
atau diberi target capaian PAD tertentu. Akibatnya, pertimbangan kelestarian fungsi
lingkungan diabaikan. Seharusnya izin dipandang sebagai instrumen untuk
mengatur dan mengendalikan berbagai aktivitas/usaha dalam pengelolaan SDA agar
kerusakan SDA dan LH dapat dicegah atau paling tidak dapat diminimalisir.
PELANGGARAN
HUKUM PERIZINAN DALAM PENGELOLAAN SDA DAN LH
Ketua
Senat dan Hadirin yang saya hormati,
Sebagaimana
telah diuraikan di muka, pelanggaran hukum perizinan dalam pengelolaan SDA seringkali
terjadi. Utamanya pada sektor kehutanan, sektor perkebunan, sektor
pertambangan, sektor kelautan dan perikanan. Modus
pelanggaran yang sering terjadi yaitu
pemberian izin dengan imbalan biaya tinggi (jual beli izin), izin tidak
diikuti dengan persyaratan, pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan izin,
nepotisme dalam pemberian izin, pembiaran usaha/kegiatan tanpa izin, dan lain
sebagainya, yang pada intinya aktivitas tersebut sarat dengan penyimpangan dan
pelanggaran hukum.
Terjadinya
penyimpangan dan pelanggaran hukum tersebut pada akhirnya berdampak pada semakin meningkatnya laju kerusakan lingkungan hidup, kehancuran potensi
dan habisnya ketersediaan SDA.[12] sehingga fungsi lingkungan
hidup tidak lagi dapat memberikan layanan kepada semua mahluk hidup secara
berkelanjutan. Kondisi demikian, bila tidak segera dilakukan penanganan dengan serius tentunya berdampak pada kesengsaraan dan kemiskinan
rakyat Indonesia, serta terjadinya konflik baik secara vertikal maupun
hozontal, bencana lingkungan (longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, kabut asap) seperti yang
saat ini sudah sering dirasakan, dan bahkan lebih jauh dapat menyebabkan ecocide[13] bagi keberlanjutan mahluk hidup termasuk manusia.[14]
Pelanggaran
atas norma hukum perizinan dalam pengelolaan
SDA dan prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup, bukan hanya menyebabkan kemiskinan, konflik,
bencana, tetapi juga telah mengakibatkan
bangsa dan rakyat Indonesia telah kehilangan kedaulatannya atas SDA, dan kondisi
LH semakin tidak terpulihkan. Rakyat hanya menjadi penonton, penumpang, dan
atau penyewa di rumahnya sendiri, yang seharusnya sebagai pemilik dan berdaulat
atas kekayaan SDAnya.[15] Kekayaan SDA seharusnya dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan
kelestarian fungsi lingkungan hidup.[16]
SDA memiliki dua fungsi
yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource
based economy) dan sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Hingga saat ini, SDA masih merupakan andalan
perekonomian nasional. Pemanfaatan SDA, memberikan kontribusi yang
signifikan bagi
pendapatan atau perekonomian nasional, dan menyedia lapangan kerja bagi tenaga
kerja. Namun demikian, dalam pengelolaan dan pemanfaatannya tidak
boleh dengan cara melanggar hukum. Sebab,
kebijakan
sektor ekonomi
SDA yang lebih berpihak pada
pertumbuhan jangka pendek, dapat
memicu pola produksi dan konsumsi yang berlebihan, eksploitatif, dan ekspansif
sehingga daya dukung dan fungsi LH semakin menurun, bahkan mengarah pada
kondisi yang mengkhawatirkan.
Para Guru Besar dan Hadirian sekalian yang saya
hormati,
Deskripsi
pelanggaran hukum perizinan dalam pengelolaan SDA dan LH secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut:
Pelanggaran Hukum pada
Sektor kehutanan
Pengelolaan sektor kehutanan di Indonesia pada umumnya
dan di Bengkulu khususnya masih sarat dengan praktik pelanggaran hukum.[17]
Bentuk pelanggaran yang
dilakukan yaitu pembukaan
hutan/kawasan hutan untuk kepentingan nonkehutanan yang tidak sesuai dengan prosedur. Terjadinya pelanggaran ini, tidak hanya menyebabkan rusak atau musnahnya hutan/kawasan hutan, tapi juga menimbulkan kerusakan LH,
menyebabkan kerugian keuangan negara dan bahkan memicu terjadinya pemanasan global.[18]
Hutan Indonesia berkurang secara drastis.
Dalam kurun waktu 2009-2013, Indonesia kehilangan hutan seluas 4,6 juta hektar.
Hutan Indonesia yang tersisa kini sekitar 82 juta hektar.
Masing-masing 19,4 juta hektar di Papua, 26,6 juta hektar di Kalimantan, 11,4
juta hektar di Sumatera, 8,9 juta hektar di Sulawesi, 4,3 juta hektar di
Maluku, serta 1,1 juta hektar di Bali dan Nusa Tenggara. Luas hutan yang rusak
dalam area yang dimoratorium seluas 500.000 hektar pertahun, hutan alam seluas
200.000 hektar, hutan tanaman seluas 400.000 hektar.[19]
Kerusakan kawasan hutan terjadi tidak terlepas sebagai
akibat dari kebijakan pengelolaan yang melanggar hukum, terutama berkait dengan perizinan di bidang pertambangan.
Kerusakan kawasan hutan sebagai akibat perizinan bidang pertambangan
diantaranya tersebar di Bengkulu, Lampung, dan Banten. Indikasi itu didasarkan
pada hasil analisis overlay atas data
izin bidang pertambangan. Berdasarkan data tersebut, Bengkulu
menjadi daerah yang paling banyak indikasi pelanggarannya.[20]
Selain akibat perizinan bidang pertambangan, kerusakan hutan/kawasan hutan juga
akibat perizinan bidang perkebunan, karena
izin perkebunan diberikan tidak sesuai dengan hukum
perizinan.
Terkait dengan pelanggaran tersebut, Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan rapat kerja dengan Komisi IV DPR
RI. Komisi IV DPR meminta data Izin
Pelepasan Kawasan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan 10 tahun terakhir, dan
data usulan perubahan peruntukan kawasan hutan dalam rangka revisi RTRWP. Data
tersebut digunakan oleh Komisi IV DPR RI untuk melakukan pengawasan terhadap
dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan
pemegang izin dan pelaksanaannya di lapangan.[21]
Para Guru Besar dan Hadirian sekalian yang saya
hormati,
Pelanggaran Hukum pada
Sektor perkebunan
Pelanggaran hukum pada sektor perkebunan diantaranya: pertama, pada tahap
penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), yang umumnya
dilakukan dengan melakukan suap atau gratifikasi kepada pejabat penyusun Amdal
(Komisi Amdal dan BPLH), agar pejabat penyusun Amdal mempercepat pembuatan
Amdal tanpa perlu melakukan verifikasi mendalam terhadap kondisi kelayakan
lingkungan, atau memanipulasi data dampak terhadap lingkungan (Amdal
abal-abal). Kedua, pada tahap perolehan lahan
perkebunan. Lahan untuk perkebunan dapat berupa kawasan hutan atau nonkawasan
hutan (atau dikenal dengan sebutan Areal Penggunaan Lain/APL). Jika lahan
tersebut berada di dalam kawasan hutan, maka
pengusaha kebun wajib mendapatkan izin pelepasan kawasan dari Menteri
Kehutanan agar dapat mengusahakan kawasan tersebut. Namun
dalam praktik, izin pelepasan belum dilakukan atau kawasan belum dilepas tapi
lahan telah dibuka/diolah. Bahkan seringkali kepala daerah menerbitkan izin
lokasi padahal lokasi atau lahan tersebut merupakan kawasan hutan.[22] Ketiga, Pada tahap
pelaksanaan usaha perkebunan, pelanggaran terjadi dalam bentuk suap atau
gratifikasi agar dapat melakukan usaha perkebunan di areal seluas ≥ 25 Ha,[23] tanpa harus
memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP-Budidaya, IUP-Pengolahan, dan IUPerkebunan).[24] Suap atau
gratifikasi agar memperoleh IUP walaupun kawasan atau lahan yang diajukan tidak
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kalaupun lokasi yang
dimintakan izin sesuai dengan RTRW, seringkali pengusaha harus membayar untuk
mendapatkan IUP. Suap atau gratifikasi untuk mendapatkan IUP
tanpa Amdal dan/atau izin pelepasan kawasan dan/atau izin lokasi. Keempat, tahap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU). Suap atau
gratifikasi untuk mendapatkan HGU tanpa didukung dokumen yang dipersyaratkan, misalnya izin
pelepasan kawasan dan/atau izin lokasi dan/atau IUPerkebunan, dan/atau lahan belum berstatus clear and clean.[25]
Ada perusahaan yang tidak mengurus dan atau menunda pengurusan HGU demi
menghindari pajak bumi dan bangunan. Terhadap pelanggaran ini,
perusahaan tidak dikenakan sanksi, sehingga patut diduga instansi
terkait sepertinya terindikasi
menerima suap. Bentuk pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh perusahaan
yaitu, HGU yang telah dimiliki, tidak segera dimanfaatkan sesuai peruntukannya
(ditelantarkan).[26] HGU terlantar yang dimiliki oleh perkebunan besar biasanya sulit untuk
dicabut karena sudah dianggunkan di
Bank sebagai jaminan kredit, setelah kreditnya cair pemilik HGU itu biasanya membuka usaha lain di luar daerahnya.
Untuk jenis pelanggaran
yang dilakukan oleh aparatur terkait dengan HGU ini, yaitu ketika
perusahaan melakukan
pengurusan HGU, Panitia Pemeriksaan Tanah yaitu panitia yang bertugas
melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik dan data yuridis
baik dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian, perpanjangan dan
pembaharuan HGU, kerap meminta fasilitas dari perusahaan untuk melakukan
pengukuran lahan, pertemuan dengan masyarakat soal sengketa lahan, termasuk
biaya administrasi yang harus dikeluarkan.[27] Bentuk pelanggaran oleh aparatur lainnya yaitu pembiaran beroperasi suatu
perusahaan
tanpa IUP.[28] Pembiaran
beroperasinya suatu perusahaan perkebunan tanpa izin, jelas merupakan perbuatan
melanggar hukum. Hal ini merupakan indikator lemahnya penegakan
hukum secara represif, hukum menjadi
mandul manakala berhadapan dengan kepentingan penguasa dan pengusaha perkebunan besar. Penguasa
yang seharusnya menegakkan hukum tapi justru melakukan perbuatan melanggar
hukum (korupsi, kolusi dan nepotisme).[29]
Terkait dengan pelanggaran IUP di Wilayah Provinsi Bengkulu, sangatlah ironis
dengan tupoksinya
jika seorang kepala
daerah dan perangkat daerah menyatakan
tidak tahu bahwa ada perusahan beroperasi tanpa izin. Setelah terungkap dan
diketahui publik melalui media massa bahwa
perusahaan tersebut tidak memiliki izin/melanggar ketentuan perizinan, terhadap perusahaan tersebut tidak juga diberi sanksi
hukum, dengan alasan bila perusahaan diberi sanksi, maka daerah
akan dirugikan dan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para
pekerja perusahaan. Padahal bila dipahami secara benar, justru instrument sanksi
dalam
hukum perizinan, merupakan sarana untuk
mengontrol dan mengendalikan
aktivitas perusahaan agar memberikan garansi bahwa perusahaan harus menjalankan usahanya
dengan baik dan memenuhi semua kewajibannya
(bayar pajak, retribusi, menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan
sebagainya). Bila perusahaan tidak memiliki izin, apa yang menjadi dasar
pemerintah untuk menuntut dipenuhinya kewajiban perusahaan tersebut?.
Para Guru Besar dan Hadirian sekalian yang saya
hormati,
Pelanggaran Hukum pada
Sektor pertambangan
Secara nasional berdasarkan data Kementerian ESDM
dari 10.543 (41,4 %) izin usaha pertambangan (IUPertambangan) yang ada, baru sekitar 6.174
izin yang dinyatakan tidak bermasalah alias clean
and clear, dan sekitar 3.369 izin tambang yang masih bermasalah.[30]
Terhadap izin tambang yang bermasalah ini, tentunya tidak terlepas dari
kebijakan pengelolaan yang menyimpang dan lazimnya akan melibatkan peran kepala
daerah. Jenis pelanggaran yang sering terjadi yaitu perusahan
memiliki izin tapi melanggar wilayah pertambangan yang telah ditetapkan, penambangan
di kawasan hutan, perusahaan tidak memiliki izin, izin tumpang tindih, tak melakukan kewajiban reklamasi
atau rehabilitasi lingkungan. Semua bentuk pelanggaran izin tersebut termasuk
praktik illegal mining, dan merupakan
perbuatan melanggar hukum.
Apabila sektor tambang ini dikaitkan dengan
sektor kehutanan sebagaimana telah terurai di muka, yaitu pemberian izin pinjam
pakai (penggunaan) kawasan hutan untuk pertambangan menunjukkan adanya peningkatan
yang signifikan. Tahun 2004 hanya terdapat 13 unit usaha pertambangan yang
mengalihfungsikan hutan lindung seluas 925.000 hektar. Angka itu meningkat
tajam pada tahun 2012 menjadi 924 unit usaha dengan luas total 6.578.421 hektar,[31]
bahkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015, sedikitnya
65 izin pertambangan yang dikeluarkan dengan luas 130.605,88 hektar terindikasi
berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.[32] Artinya izin
pertambangan diberikan pada wilayah kawasan hutan, tanpa melalui proses
perubahan peruntukan,
perubahan fungsi dan atau pinjam pakai/penggunaan kawasan hutan, sebagaimana
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[33]
Akibat dari tata kelola sektor
pertambangan yang buruk, selain menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,
juga menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan politik. Oleh karena itu
diperlukan reformasi terhadap tata kelola sektor ini, untuk mewujudkan potensi
pertambangan yang memberi manfaat secara signifikan bagi negara, menghormati
hak-hak rakyat dan aspek sosial ekonomi lainnya, terlebih lagi aspek lingkungan
yang sangat rentan terjadi kerusakan akibat dari kegiatan pertambangan.[34]
Dalam
praktiknya banyak izin tambang yang dikeluarkan tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam arti tidak memenuhi persyaratan lingkungan (izin lingkungan[35]), bahkan terhadap izin usaha/kegiatan yang telah diberikan juga tidak
diikuti dengan pelaksanaan pengawasan yang baik oleh pemerintah pusat,
provinsi, kabupaten/kota yang menerbitkan izin tersebut.[36] Kondisi ini tentunya berakibat
buruk bagi lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan konflik, karena berdampak
negatif pada masyarakat dan lingkungan serta akan merugikan dan merepotkan negara/daerah
dalam mengatasi persoalan tersebut.
Para Guru Besar dan Hadirian sekalian yang saya
hormati,
Pelanggaran Hukum pada
Sektor kelautan dan perikanan
Indonesia
setiap tahunnya pada sektor perikanan menderita kerugian triliunan rupiah. Hal
ini terjadi akibat pencurian ikan (illegal
fishing) dan pelanggaran perizinan (illegal
licence), yang melibatkan oknum aparat penegak hukum dan oknum pejabat
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Potensi kerugian negara dari
sektor kelautan dan perikanan sangat tinggi karena lemahnya penegakan hukum
perikanan. Guna mengatasi persoalan ini,
Menteri KKP Susi Pudjiastuti membentuk Tim Satgas Pemberantasan Illegal Fishing pada akhir 2014. Salah
satu tugasnya yaitu melakukan evaluasi dan audit kepatuhan terhadap
seluruh kapal perikanan dengan bobot di atas 30 gross tonnage (GT) yang
beroperasi di perairan Indonesia.
Dalam
pelaksanaan tugasnya, Tim Satgas Illegal
Fishing menemukan sebanyak 907 kapal milik berbagai perusahaan yang diduga
melanggar peraturan. Dari jumlah 907 tersebut terdapat sebanyak 500 kapal eks
asing yang pelanggarannya terbilang berat. Sebanyak 500 kapal eks asing
tersebut dimiliki 49 perusahaan. Karena tergolong pelanggaran berat, maka
berpotensi dilakukan penindakan hukum secara pidana.[37] Atas dasar itu, KKP melakukan kebijakan
moratorium kapal eks asing yang memiliki
bobot di atas 30 GT hingga bulan Oktober 2015. Dengan moratorium
tersebut, KKP akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap administrasi
seluruh kapal yang beroperasi di Indonesia, yang meliputi Surat Izin Usaha
Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal
Pengangkut Ikan (SIKPI). KKP akan memberikan sanksi administrasi bagi yang
melakukan pelanggaran perizinan kapal.[38]
Belum tegaknya hukum perizinan pada sektor kelautan
dan perikanan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan manfaat dari SDA sektor kelautan dan perikanan belum
sepenuhnya dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Selain itu,
koordinasi antarinstansi juga belum terjalin dengan baik. Dengan tata kelola sektor
kelautan dan perikanan yang baik, diharapkan kegiatan pencurian ikan (illegal fishing) dan pelanggaran
perizinan (illegal licence) lainnya dapat ditekan seminimal mungkin, dan ketersediaan sumberdaya kelautan
dan perikanan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar lagi bagi masyarakat
dan pemerintah. Untuk itu langkah pengawasan dan penegakan hukum secara tegas
menjadi keharusan.
PENEGAKAN HUKUM PERIZINAN UNTUK MENCEGAH KERUSAKAN SDA DAN LH
Para
Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan
Implikasi dari
kondisi kebijakan pengelolaan SDA seperti telah diuraikan, secara
ekologi telah menimbulkan degradasi kuantitas maupun kualitas SDA dan LH,
terjadinya konflik dalam penguasaan dan pemanfaatan SDA, terjadi proses
pemiskinan struktural dalam kehidupan masyarakat lokal. Untuk itu, agar kerusakan
SDA dan LH dan dampak
negatif lainnya dapat dicegah dan dikendalikan, maka penerapan dan penegakan
hukum perizinan harus dilakukan dengan
benar dan konsisten.
Hukum perizinan juga merupakan sarana bagi warga
negara untuk menyalurkan haknya dalam mengajukan keberatan dan gugatan terhadap
badan dan atau pejabat pemerintahan. Keberatan dan gugatan atas
keputusan perizinan dapat dilakukan, karena kesalahan atau kekeliruan dalam proses
penerbitan sebuah keputusan izin yang berdampak penting terhadap SDA dan
kelestarian fungsi lingkungan hidup. Bahkan terhadap pejabat pemerintahan yang
melakukan pelanggaran hukum terkait dengan kebijakan pengelolaan SDA dan LH dimaksud
dapat dikenakan sanksi hukum pidana.[39]
Penegakan hukum perizinan pada
dasarnya merupakan penegakan hukum administrasi, karena penegakan hukum
perizinan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga
masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Sanksi yang dapat diterapkan atas
pelanggaran hukum perizinan meliputi
tiga bidang hukum yaitu administrasi,[40] perdata[41] dan juga pidana.[42] Penjatuhan sanksi bertujuan untuk
efektivitas hukum perizinan, agar dipatuhi dan ditaati baik oleh pejabat yang
berwenang, pelaku usaha maupun masyarakat. Sanksi itu pula sebagai instrumen
untuk melakukan penegakan hukum agar tujuan hukum itu sesuai dengan kenyataan,
yaitu memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan serta kesejahteraan.
Penegakan hukum perizinan lingkungan dapat
dilakukan secara preventif dan represif sesuai dengan sifat dan efektivitasnya. Penegakan hukum secara preventif
berarti pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan, kepada peraturan tanpa
kejadian langsung yang menyangkut peristiwa konkrit yang menimbulkan sangkaan
bahwa peraturan hukum telah dilanggar.[43] Instrumen penting dalam penegakan
hukum preventif yaitu penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang
bersifat pengawasan, mulai dari proses penerbitan izin sampai dengan pelaksanaan oleh pihak
perusahaan di lapangan.
Dengan demikian, penegak hukum yang utama di sini yaitu pejabat
atau aparat pemerintah yang berwenang memberi izin dengan segala persyaratan dan kewajiban yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan, guna mencegah
terjadinya kerusakan SDA dan LH.[44]
Pelanggaran terhadap ketentuan perizinan,
harus segera dilakukan penegakan hukum secara represif dengan tegas, yaitu dengan menerapkan sanksi
administrasi,[45] sehingga kerusakan SDA
dan LH yang terjadi dapat segera dihentikan, dan diikuti dengan upaya pemulihan
atau rehabilitasi. Penerapan sanksi administrasi selain berfungsi untuk pencegahan dan pengendalian, juga untuk menghentikan perbuatan yang
dilarang oleh ketentuan hukum perizinan.[46] Selain itu, sanksi administrasi
juga bersifat reparatoir, artinya memulihkan keadaan semula, yaitu
dengan menetapkan kewajiban bagi pelaku usaha/kegiatan untuk melakukan pemulihan dan atau rehabilitasi terhadap SDA dan LH yang rusak atau
tercemar. Sehingga
SDA dan LH dapat memberi manfaat kembali secara berkelanjutan.
Penegakan
hukum perizinan sebagaimana terurai di muka, juga dimaksudkan untuk mengetahui
keabsahan suatu keputusan izin. Keputusan izin yang sah yaitu suatu keputusan
izin yang telah memenuhi syarat formal dan material. Hal ini
penting, karena hanya
dengan keputusan izin yang sah, pengelolaan
SDA dan LH dapat terhindar dari kerusakan.
KEABSAHAN KEPUTUSAN IZIN
Para
Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan
Terkait
keabsahan suatu keputusan izin, dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu
kewenangan, prosedur, dan substansi.[47] Penerbitan keputusan
izin disyaratkan harus bertumpu atas
kewenangan (bevoegdheid) yang sah
yang diperoleh baik secara atribusi, delegasi dan mandat. Pelaksanaan
kewenangan tersebut dibatasi oleh isi kewenangan (bevoegdheid ratione
materiae)), wilayah kewenangan (bevoegdheid ratione loci) dan waktu
pelaksanaan dari kewenangan tersebut (bevoegdheid ratione temporis).
Prosedur
penerbitan keputusan izin didasarkan asas negara hukum, yaitu memperhatikan
aspek perlindungan hukum bagi masyarakat, menerapkan asas demokrasi yaitu harus
terbuka/transparan, sehingga harus ada peran serta masyarakat (inspraak),
dan menerapkan asas instrumental yaitu efisien dan efektif artinya biaya murah
dan tidak berbelit-belit/sederhana. Sedangkan dari aspek substansi dalam penerbitan izin artinya harus
disesuaikan dengan ketentuan yang menjadi dasar keputusan izin dimaksud, tidak sewenang-wenang/legalitas ekstern), tidak menyalahgunaan
wewenang, dan tidak melanggar undang-undang/legalitas intern).
Berkait
dengan keabsahan keputusan izin dalam pengelolaan SDA dilihat dari aspek kewenangan,
patut dicermati kewenangan kepala daerah pasca berlakunya Undang-Undang No. 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (UUPemda Tahun 2014). Dengan adanya alih
kewenangan dalam pengelolaan SDA, bupati/walikota tidak berwenang lagi untuk
menerbitkan keputusan perizinan pengelolaan SDA sebagaimana dimaksud dalam
lampiran UUPemda Tahun 2014, yang meliputi bidang Kelautan dan Perikanan,
Kehutanan, ESDM.
Demikian
juga untuk perizinan baru, berdasar Surat Edaran Mendagri Nomor 120/253/Sj,
tanggal 16 Januari 2015 Tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Setelah
Ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, pada
angka 3 disebutkan khusus penyelenggaraan perizinan dalam bentuk pemberian atau
pencabutan izin dilaksanakan oleh susunan/ tingkatan
pemerintahan sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana
dimaksud dalam UUPemda Tahun 2014 dengan mengutamakan kecepatan dan kemudahan
proses pelayanan perizinan serta mempertimbangkan proses dan tahapan yang sudah
dilalui.[48]
Berdasarkan surat edaran tersebut berarti bahwa
pemerintah kabupaten/kota tidak lagi memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin
baru, karena sudah menjadi kewenangan sesuai dengan ketentuan UUPemda Tahun 2014. Padahal ketentuan peraturan pelaksanaan yang bersifat
teknis sebagai dasar hukum penerbitan izin baik tingkat pusat maupun provinsi
belum ada. Sehubungan dengan hal ini, untuk menghindari terjadi kekeliruan,
sebaiknya dilakukan moratorium sementara bagi penerbitan perizinan baru. Selain
itu, bila ada keinginan untuk
pencabutan izin yang sudah ada, perlu hati-hati karena pemerintah
provinsi/pusat (gubernur/menteri terkait) belum tentu memiliki kewenangan untuk
mencabut keputusan izin tersebut, karena yang menerbitkannya adalah
bupati/walikota, dapat berlaku asas contrarius actus dalam hukum
administrasi?[49]
Secara
normatif, pengaturan urusan pemerintahan dimaksud sepertinya sederhana, karena
hanya sekedar pengalihan kewenangan dalam pengurusan dan pengelolaannya. Namun,
bila dikaji dengan cermat, alih kewenangan beberapa urusan pemerintahan pada
berbagai sektor dapat dipastikan akan berimplikasi secara politik (kebijakan
sentralisasi dan desentralisasi), secara yuridis (terkait dengan hak dan
kewajiban, tanggungjawab dan tanggung gugat). Implikasi lainnya yang akan
segera dihadapi yaitu terhadap struktur kelembagaan, stakeholders dan pemangku kepentingan, potensi konflik antara
pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi/pusat, potensi konflik
antara masyarakat dan pelaku usaha dengan pemerintah provinsi/pusat, implikasi
terhadap peraturan sektoral dan berbagai produk hukum daerah (peraturan
perundang-undangan sektoral, produk hukum daerah, keputusan perizinan).[50]
Oleh
karena itu, pada tataran implementasi undang-undang ini, kiranya perlu
hati-hati dan cermat, jangan sampai tujuan untuk mendorong peningkatan
efektivitas pemerintahan dalam rangka memantapkan pembangunan secara
menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian
yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek,
sebagaimana RPJMN 2015-2019, tapi yang terjadi justru sebaliknya.[51]
Berkenaan dengan alih kewenangan ini, kiranya
terhadap berbagai ketentuan peraturan perundangan-undangan sektoral, perlu
dilakukan penyesuaian dan penyelarasan (sinkronisasi).
Undang-undang yang bersifat sektoral seperti Undang-undang (UU) Kehutanan, UU
Perkebunan, UU Pertambangan, UU Pengelolaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau
Kecil, UU Perikanan, dan undang-undang sektoral terkait lainnya terutama yang
mengatur dan memberikan kewenangan kepada bupati/walikota dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahannya, termasuk peraturan pelaksanaanya.
Penyesuaian dan penyelarasan undang-undang sektoral
ini dapat saja diperdebatkan, mana yang harus menyesuaikan, apakah UU sektoral
atau UU Pemda, mana yang spesialis dan mana yang generalis, mana yang superior mana yang inferior. Terlebih lagi untuk melakukan
perbaikan/penyesuaian agar tidak bertentangan antar undang-undang tersebut,
bukanlah pekerjaan yang mudah, dan butuh waktu yang panjang. Selain itu, juga harus segera dilakukan koordinasi agar
dapat diminimalisir terjadinya konflik lintas sektor, lintas wilayah, dan
lintas pemangku kepentingan. Bahkan jika perlu, sebagai solusi, dapat dibentuk
Kementerian Koordinator bidang pengelolaan SDA dan LH, agar masing-masing
sektor tidak berjalan sendiri-sendiri.
PENUTUP
Para
Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan
Berdasarkan uraian di
muka, dapat disimpulkan bahwa pertama, hukum perizinan adalah
semua ketentuan yang menetapkan norma larangan untuk melakukan usaha dan/atau
kegiatan tertentu tanpa keputusan izin. Keputusan izin hanya dapat diberikan
setelah dipenuhinya persyaratan, pembatasan dan ketentuan yang terkait. Tujuan
dari hukum perizinan dalam pengelolaan SDA dan LH bukan untuk menjadi sarana
sumber PAD semata, tapi untuk terciptanya ketertiban, keteraturan, kepastian
hukum, keadilan, kesejahteraan dan mencegah kerusakan SDA dan LH. Kedua,
Pelanggaran dalam pengelolaan SDA dan LH, seharusnya dikenakan sanksi
hukum, baik sanksi administrasi, perdata maupun sanksi pidana sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, agar tujuan
hukum itu sesuai dengan kenyataan, yaitu memberikan kepastian hukum, keadilan,
dan kemanfaatan.
Ketiga,
Penegakan hukum perizinan (preventif dan represif) secara benar dan konsisten dapat
mencegah terjadinya kerusakan SDA dan LH, sehingga pemanfaatan SDA dan LH dapat
berkelanjutan baik untuk memenuhi kepentingan generasi saat ini maupun generasi
yang akan datang. Keempat, Keabsahan suatu keputusan izin dapat diuji baik secara
administartif maupun yudisiil dari aspek kewenangan, prosedur dan substansi. Pasca berlakunya UUpemda Tahun 2014, telah terjadi alih
kewenangan dalam pengelolaan SDA dan LH,
oleh karena itu dalam pemberian perizinan berikutnya harus lebih hati-hati
dan cermat, transparan, partisipatif, dan akuntabel, agar dalam pemanfaatan SDA dan LH dapat berkelanjutan.
Mari kita renungkan kata-kata bijak sebagai sindiran dan peringatan bagi
kita semua:
“Bumi (SDA) cukup
memenuhi kebutuhan umat manusia, tapi ia tidak cukup untuk memenuhi keinginan
satu orang manusia yang serakah.” (Mahatma
Gandhi).
“Jika
Pohon terakhir telah ditebang, Ikan terakhir telah ditangkap, Sungai terakhir
telah mengering, Manusia baru sadar kalau uang tak dapat dimakan,” Untaian bahasa bijak orang Indian yang dipopulerkan oleh Greenpeace,
sangat cocok mengambarkan keserakahan manusia terhadap alam dan lingkungannya.
“SDA
dan LH bukan warisan nenek moyang yang dapat dihabiskan semau kita, melainkan
titipan yang harus diwariskan kembali kepada anak dan cucu kita.” (Pembangunan Berkelanjutan).
“Perlindungan SDA-LH
untuk keselamatan, pengelolaan SDA-LH untuk kesejahteraan, melalui Hukum Perizinan
sebagai instrumen perwujudannya adalah keniscayaan.” (Iskandar).
Ucapan Terima Kasih
Para
Guru Besar, Bapak, Ibu, dan Hadirin yang saya muliakan
Pada bagian akhir dari orasi ilmiah ini, perkenankanlah
saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada banyak pihak yang
telah berjasa dalam kehidupan dan karir akademik saya, sehingga saya dapat berdiri dan berorasi di atas mimbar yang
sangat terhormat ini.
Pertama, ucapan terima kasih
saya sampaikan kepada Pemerintah RI cq. Menteri Ristek dan Dikti yang telah mengangkat
dan memberikan kepercayaan kepada saya sebagai Guru Besar Ilmu Hukum
Administrasi/Lingkungan pada Fakultas Hukum Universitas Bengkulu. Penghargaan
yang tinggi dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Rektor Universitas
Bengkulu, Senat Akademik dan Guru Besar, yang telah mengusulkan dan menilai
usulan jabatan saya. Kepada Senat Fakultas, Dekan dan para Wakil Dekan, serta
Bagian Hukum Administrasi dan Ketatanegaraan Fakultas Hukum UNIB., saya ucapkan
terima kasih atas dukungannya terhadap pengajuan saya sebagai guru besar. Saya
berharap semoga amanah yang berat ini senantiasa dapat dilaksanakan dengan
baik.
Kedua, ucapan terima kasih
dan penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada yang mulia semua guru saya,
mulai dari SDN No. 19 Kota Bumi, SMP Xaverius Kota Bumi, SMP Surya Dharma
Tanjung Karang dan SMPN 6 Tanjung Karang, SMAN I Tanjung Karang, Fakultas Hukum
UNILA Tanjung Karang, PPs. Ilmu Hukum UNAIR Surabaya, PPs. Ilmu Hukum UNPAD Bandung. Secara khusus
penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada yang
terhormat Ibu Sri Sayekti, S.H., dan Bapak Chaidir Yusuf, S.H., dosen
pembimbing S1, Prof.Dr. Philipus M. Hadjon, S.H., Prof.Dr. Siti Sundari Rangkuti,
S.H., dosen pada S2, yang telah membimbing dan mendidik saya dengan disiplin
dan tegas. Prof.Dr. M. Daud Silalahi, S.H., Prof.Dr.
Djuhaendah Hasan, S.H., dan Prof.Dr. Ida Nurlinda, S.H.,M.H., promotor S-3
sekaligus guru yang telah mendidik dan membimbing saya dengan penuh kesungguhan
dan kearifan. Ucapan terima kasih khusus saya sampaikan
kepada Prof.Ir. Zainal Muktamar, M.Sc., Ph.D., yang telah memberi izin dan tugas belajar, sehingga saya
dapat studi lanjut S3 di Unpad.
Penghargaan
dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada guru saya, Prof.Dr. H. Lili
Rasyidi, S.H., S.Sos.,LLM., Prof.Dr. I Gde Pantja Astawa, S.H.,M.H., almarhum
Prof.Dr. Ateng Syafrudin, S.H., Dr. H. Muh. Hasan Wargakusumah, S.H., Dr.
Supraba Sekarwati, S.H.,CN., Dr. Tarsisius Murwaji, S.H.,M.H., Prof. Huala
Adolf, S.H.,LL.M., Ph.D., FCB.Arb., Prof.Dr. Sri Sumantri, S.H., Prof.Dr. Bagir
Manan, S.H., Prof.Dr.
B. Arief Sidharta, S.H., almarhum
Prof.Dr. H.R. Otje Salman, S.H., Prof. H.A. Djadja Saefullah,
Drs.,MA.,Ph.D., Dr. Suparman,
S.H.,M.H., yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan,
masukan, dan inspirasi kepada saya
selama masa studi di PPs. UNPAD Bandung.
Ketiga, kepada mantan pimpinan Fakultas Hukum UNIB yang telah tiada,
yang telah berperan besar dalam perjalanan dan pengembangan karir awal saya
sebagai dosen di Fakultas Hukum. Secara khusus ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada almarhum Bapak Bachtiar Hosen, S.H.,
sebagai Dekan Fakultas Hukum, Almarhumah Ibu RS. Lestari, S.H., sebagai PD II,
almarhum Bapak Boerhandra, S.H., sebagai Ketua Jurusan, yang menjabat pimpinan pada
saat saya diangkat sebagai dosen Fakultas Hukum UNIB., teriring doa semoga amal
kebajikan almarhum/ah diberi balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT.,
demikian juga kepada mendiang Bapak Hormat Guru Singa, S.H., selaku PD I, semoga
kebaikan beliau mendapat balasan yang setimpal.
Ucapan terima kasih
dan penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada Rektor Universitas Bengkulu Bapak
Dr. Ridwan Nurazi, SE.,M.Sc., dan Wakil Rektor Bidang Sumberdaya Universitas
Bengkulu, Bapak Dr.rer.nat. Totok Eka Suharto, MS., Dekan/Ketua Senat dan
Sekretaris Senat Fakultas Hukum Bapak M. Abdi, S.H.,M.H., dan Ibu Herlita
Eryke, S.H.,M.H., serta para Wakil Dekan dan Anggota Senat, yang telah
memfasilitasi baik administrasi maupun finansial, Ketua Senat Universitas
Bengkulu Prof.Dr.Ir.Alnopri, MS., dan para Anggota Senat Universitas Bengkulu, Ketua
dan Sekretaris Tim PAK Prof.Dr.Ir.
Priyono Prawito, M.Sc., dan Prof.Drs. Mudin Simanihuruk, Ph.D., serta Anggota Tim
PAK, secara khusus kepada Prof.Dr.Ir. Nanik Setyowati, M.Sc., mantan Ketua Tim
Pak dan sekaligus reviewer karya
ilmiah saya, dan Ketua Tim Validasi Karya Ilmiah UNIB, Prof.Dr.Ir.Yuwana, M.Sc.,
dan Anggota Tim Validasi, yang telah menilai keabsahan karya ilmiah saya,
sehingga proses penilaian oleh Tim PAK dan Tim Validasi Dikti relatif tidak
mengalami hambatan, atas semua bantuan dan kebaikan bapak dan ibu semua saya
haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi.
Ucapan terima kasih saya
sampaikan kepada seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas
Bengkulu, atas dukungan, bantuan dan kerjasama yang baik selama ini. Penghargaan
yang tinggi dan ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada teman sejawat dan
juga reviewer internal atas karya ilmiah yang saya ajukan yaitu Prof.Dr. Herawan Sauni S., S.H.,MS.,
Ucapan terima kasih dan pengharagaan yang tinggi juga juga saya sampaikan
kepada Bapak Jumri Agusti, SE., Ibu Husnaini, Ibu Dra. Rasmiwati,
Bapak Drs. Jalaludin, Bapak Muchammad Bashori, ST., dan Ibu
Zuherli, S.H., Ibu Nursihati, S.Kom., Agus Tri Maryanto, SE., dan Bapak Sutadi yang
telah membantu penyelesaian berkas administrasi terkait usul kenaikan jabatan
guru besar saya, sehingga semuanya berjalan dengan lancar.
Ucapan terima kasih
saya tujukan kepada rekan sejawat di Bagian Hukum Administrasi dan
Ketatanegaraan, yaitu Prof.Dr. H. Juanda, S.H.,M.H., yang juga sebagai reviewer internal atas karya ilmiah yang
saya ajukan untuk usul kenaikan jabatan guru besar, Dr. Elektison Somi,
S.H.,M.H., dan Ibu Deli Waryenti, S.H.,M.H., selaku Ketua dan Sekretaris Bagian
yang memproses usul dan validasi angka kredit kenaikan jabatan guru besar saya,
Ibu P.E. Suryaningsih, S.H.,M.H., mantan Ketua Bagian yang memproses awal usul
dan validasi angka kredit kenaikan jabatan guru besar saya, Dr. Amancik,
S.H.,M.H., Dr. Ardilafiza, S.H.,M.H., Bapak Katamalem S. Meliala, S.H.,M.H., Bapak
Jonny Simamora, S.H.,M.Hum., Bapak M. Yamani, S.H.,M.Hum., Bapak Amirizal,
S.H.,M.H., Dr. Edra Satmaidi, S.H.,M.H., yang banyak membantu saya pada awal
kedatangan saat studi S3 di Kota Bandung, Bapak Ahmad Wali, S.H.,M.H., Ibu Ema
Septarini, S.H.,M.H., Ibu Rheny Wahyuni Pulungan, S.H.,LL.M.,Ph.D., kepada rekan
sejawat baru Wulandari, S.H.,M.H., Tri Andika, S.H.,M.H., Arini Azkia Muthia,
S.H.,M.H., selamat bergabung pada Bagian HAN/HTN.
Penghargaan dan
ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada para reviewer eksternal karya ilmiah yang saya ajukan untuk usul kenaikan jabatan
guru besar, yaitu Prof.Dr. H. Alvi Syahrin, S.H.,MS., guru besar Fakultas hukum
USU, Prof. H. Amzulian Rifai, S.H., LLM., Ph.D., Dekan dan guru besar
Fakultas hukum UNSRI., Prof.Dr. Garuda Wiko, S.H.M.H., Dekan dan guru besar
Fakultas hukum UNTAN., Prof. Dr. Sukamto Satoto, S.H.,M.Hum., guru besar
Fakultas Hukum UNJA, atas penilaian dan rekomendasi
para guru besar yang terhormat ini, telah ikut melancarkan proses penilaian
kenaikan jabatan saya ke Guru besar.
Ucapan terimakasih
juga saya sampaikan kepada seluruh mahasiswa dan alumni Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu, teruslah berjuang dan berkarya, keberadaan dan esksistesi
kalian menjadikan saya sebagai tenaga pendidik lebih bermakna dan memberi
manfaat. Demikian juga kepada seluruh jajaran pemerintah daerah dan instansi
vertikal di Provinsi Bengkulu, saya haturkan ucapan terima kasih atas kerjasama
yang telah terjalin dengan baik selama ini.
Keempat, ucapan terima
kasih tak terhingga dan rasa hormat yang
setinggi-tingginya saya sampaikan kepada orang tua saya, ibu Hj. Siti Fatimah
dan almarhum ayah Dien Maha Guru Suttan, almarhum umi Bunaiyah, almarhum mamah
Masnona, memeh Siti Aminah, atas kasih sayang tak terhingga yang telah
diberikan dan senantiasa mendoakan keberhasilan anaknya. Terima kasih juga
disampaikan kepada bapak dan ibu mertua, Almarhum bapak Mahdi Ra’uf dan ibu
Muslimah, kakek dan nenek istri saya Abdul Kholil dan Sofiah yang telah merawat
istri saya sejak kecil. Terima kasih, semoga Allah SWT., senantiasa mengasihi
dan menyayangi orang tua kami sebagaimana mereka telah mengasihi dan menyayangi
kami selama ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada
kakak dan adik dari keluarga besar Dien Maha Guru Suttan dan Keluarga Mahdi
Ra’uf, serta semua keponakan saya, atas bantuan,
dukungan, dan perhatiannya kepada saya selama ini. Khusus kepada adinda Basri
Alam, Darwin Alam, S.H., almarhum kakanda Rifki Alam, kakanda Arnold Alam,
S.H., adinda Helmi Alam dan Kasdi Alam, kakanda Rusli Ibrahim Alam dan Iksir
Alam, adinda Afrozi alam, SE. dan Mersi Alam, yang telah memberikan dorongan moril
maupun bantuan materil. Terkhusus juga kepada kakak sepupu saya Drs. Zulkarnain
Samad, dan Abang saya Drs. Surya Hasvana, karena dorongan dan bantuan beliau, maka
saya sampai di Bengkulu dan berkarier sebagai dosen. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada saudara saya Bapak Slamet Muljono, S.H.,MS., yang
senantiasa memberikan nasihat tentang kesabaran dan nilai-nilai kehidupan.
Terakhir, Terima kasih atas doa, dukungan dan pengertian
dari istri tercinta, Yuniarti dan anak-anakku tersayang, Yovan Librayuda, S.E.,
Sovranita Iskandar, S.H.,M.Kn., Yustisiana Saraswati, S.E., cucu saya Dien
Zaidan Asshiddiqie, terima kasih atas semua kasih sayang kalian, semoga
pencapaian ini menjadi inspirasi bagi anak dan cucu saya dalam
menjalani dan mengisi kehidupan ini dengan nilai-nilai kebajikan untuk kebaikan
hidup di dunia dan di hari akhir.
Kepada seluruh hadirin tamu undangan yang telah
meluangkan waktu, meringankan langkah menghadiri acara ini, saya sampaikan
penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih, semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rakhmat dan karuniaNya kepada kita semua, amiiin YRA.
Wabillahitaufiq Walhidayah, Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.
Bengkulu, Kamis, 15 Oktober 2015
(Iskandar)
.
Daftar
Pustaka
Adrian
Sutedi, 2009. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm 167-168.
Ahmad Basuki, Pertanggungan
Jawab Pidana Pejabat Atas Tindakan Mal-Administrasi Dalam Penerbitan Izin Di
Bidang Lingkungan, Jurnal PERSPEKTIF, Volume XVI No. 4 Tahun
2011 Edisi September, Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, hlm.
253.
Helmi,
2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup,
Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 79.
Honkonen, Tuula, Challenges of Mining Policy and Regulation in Central Asia: the Case of
the Kyrgyz Republic, Abstract, Journal of Energy & Natural Resources Law, Vol.31. Edisi 1, (Feb 2013), ProQuest
Research Library, http://e-resources.pnri.go.id: 2058/docview/, diunduh 30 Agustus 2015.
Huala Adolf, 1991,
Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali
Pers, Jakarta, hlm. 51.
Iskandar,
2010, Implementasi Prinsip-prinsip
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Sebagai Instrumen Pencegahan Kerusakan
Kawasan Hutan Dalam Kebijakan Alih Fungsi Kawasan Hutan Di Indonesia, Laporan
Penelitian, HD. PPs.Unpad., Bandung,
hlm. 4-5.
Iskandar, et.al.,
2011, Kebijakan Perubahan Kawasan hutan
Dalam Pengelolaan Berkelanjutan, Unpad Press., Bandung, hlm. 93, 121. 137.
Iskandar,
et.al., 2012, Kajian Pengaturan Perizinan Usaha Perkebunan Di Provinsi Bengkulu, Laporan
Hasil Kajian, Disbun Prov. Bengkulu, hlm. 31-35.
---------,
et.al., 2012, Kajian Pengaturan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Di
Provinsi Bengkulu, Laporan Hasil Kajian, Dinas ESDM Prov. Bengkulu,
hlm. 5-6.
Iskandar, Tinjauan Yuridis Tukar Menukar dan Pelepasan
Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Nonkehutanan, Majalah Ilmu Hukum
Kerthawicaksana, Vol. 19 No. 1, Januari 2013, FH Universitas Warmadewa,
Denpasar-Bali, hlm. 65-66.
------------,
2014, Instrumen Ekonomi Dalam Kebijakan
Lingkungan (Kajian Pengaturan Dalam
Hukum Positip dan Perspektif Pengaturan Di Daerah Sebagai Solusi Alternatif Pencegahan
Kerusakan Lingkungan dan Konflik Pascatambang, Jurnal Progresif,
FH-UBB., Bangka Belitung, hlm. 17.
-------------, 2014, Reformasi
Mentalitas KKN Dalam Kebijakan Pengelolaan SDA Sebagai Solusi Konflik Agraria,
Artikel, disampaikan pada acara FGD, dengan Tema: Mencari Solusi Atas
Masalah Agraria Di Bengkulu, pada hari Kamis, 24 April 2014, kerjasama DPD-RI dengan Universitas
Bengkulu, hlm.7.
-----------, 2015, Hukum
Kehutanan, Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Pengelolaan
Kawasan Hutan Berkelanjutan, Mandar Maju,
Bandung, hlm. 108.
-----------,
2015, Implikasi Alih Kewenangan Dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam Pasca
Berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Artikel,
disampaikan pada Seminar dengan Tema “Mendorong
Efisiensi Pemberlakuan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang pemerintahan Daerah Terhadap Perbaikan dan
Penataan Izin Pertambangan dan Perkebunan di Provinsi Bengkulu, yang
diselenggarakan oleh WALHI-Bengkulu, tanggal 11 Juni 2015, di Samudra Dwinka
Hotel, Bengkulu, hlm. 11.
----------,
2015, Peran Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Dalam
Mencegah Timbulnya Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam, Artikel,
disampaikan pada lokakarya yang di selenggarakan oleh DPRD Kabupaten Seluma,
dengan Tema: “Peranan DPRD Dalam
Menyelesaikan Konflik Perkebunan dan Pertambangan Di Kabupaten Seluma”, Rabu, 16 September 2015, di Hotel Risky,
Tais, Kabupaten Seluma, hlm. 17.
Ivan
Fauzani Raharja, Penegakan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizinan, Jurnal Inovatif,
Volume VII No. II Mei 2014, hlm., 118-119.
M.
Ridha Saleh, 2005, Ecocide, Politik
Kejahatan Lingkungan Hidup dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Walhi, Jakarta,
hlm. 66-67.
N.M.
Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, disunting
oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, hlm. 2-3.
Philipus
M. Hadjon, et.,al., 1993, Pengantar
Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, hlm. 123-128.
Philipus
M. Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan
yang Bersih, Orasi Ilmiah, Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Airlangga, Surabaya, 10 Oktober 1994, hlm. 7.
Siti
Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan
dan Kebijaksanaan Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya, hlm.
191.
Peraturan:
UUD NKRI
Tahun 1945
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR RI/1999 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.
Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001
tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA.
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara terakhir telah diubah
melalui Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, yang telah diubah dengan Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan
Fungsi Kawasan Hutan, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010
Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan.
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, yang telah
diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
Peraturan
Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Permendagri
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan
Terpadu Di Daerah.
Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/ OT.140/9/2013 Tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan.
PermenLH
Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman
Penerapan Sanksi Administratif Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Covenant on Economic, Social and Cultural Right, 16 Desember 1966.
Charter of Economic Rigahts and Duties of State tahun 1974.
Declaration on the Human Environment dari Konferensi Stockholm, 5-6
Juni 1972,
Prinsip 21 dan 11.
Resolusi
Majelis Umum PBB, 21 Desember 1952.
Resolusi
Majelis Umum PBB, 14 Desember 1962 dan 25 November 1966 serta 17 Desember 1973.
Resolusi Majelis Umum PBB tentang Permanent Sovereignty over
Natural Resources tahun 1974.
Surat
Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Nomor: S.706/VII-PKH/2014,
tanggal 10 Juli 2014.
Situs Internet:
http://sains.kompas.com/read/2014/12/11/20455171/Tiap.Menit.Indo
nesia.Kehilangan.Hutan.Seluas.Tiga.Kali.Lapangan.Bola, diunduh 28 Agustus
2015.
http://nasional.sindonews.com/read/967291/15/kerusakan-hutan-mencapai-450-ribu-hektare-pertahun-1424526825, diunduh 28 Agustus
2015.
http://m.radarpena.com/welcome/read/2015/04/24/18376/18/1/Bengkulu-Terbanyak-Pelanggaran-Tambang. diunduh 28 Agustus
2015.
http://www.kompasiana.com/www.4lawangitcommunity.blogspot.com/hebat-ada-perusahaan-besar-beroperasi-33-tahun-tanpa-izin_54f341e7745513a02b6c6df8, diunduh,
29 Agustus 2015.
http://repository.unib.ac.id/835/, diunduh 29 Agustus
2015.
http://harianrakyatbengkulu.com/ver3/2015/06/25/ribuan-hektare-hgu-terlantar/, diunduh 29 Agustus
2015.
http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2620-esdm-buru-izin-tambang-bermasalah, diunduh 29 Agustus 2015.
http://www.luwuraya.net/2013/06/korupsi-sumber-daya-alam-semakin-fantastis/, diunduh pada tanggal 30
Agustus 2015.
https://www.google.com/search?q=Siaran+Pers%2C+Nomor+%3A+S.196%2FPHM-1%2F2015%2C++tanggal+30+
Maret+2015&ie=utf-8&oe=utf-8, diunduh 30 Agustus 2015.
http://gresnews.com/news/20130615-korupsi-sumber-daya-alam, diunduh pada tanggal
30 Agustus 2015.
http://indo.jatam.org/saung-pers/siaran-pers/html., diunduh 30 Agustus
2015.
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/19/058667481/500-kapal-dari-49-perusahaan-terancam-diseret-tindak-pidana, diunduh, 30 Agustus 2015.
CURRICULUM VITAE
Nama
|
:
|
Iskandar
|
NIP/NIDN
|
:
|
196311071990011002/0007116307
|
Tempat dan Tanggal Lahir
|
:
|
Kotabumi, 7 November 1963
|
Pangkat/Jabatan/Golongan
|
:
|
Pembina
Utama Muda//Guru Besar/IVc
|
Unit
Kerja
|
:
|
Fakultas Hukum Universitas
Bengkulu
|
Alamat
|
:
|
Jl. Unib. Permai IV B No. 1
Perumahan Dosen UNIB. Bengkulu, Telp.
0736-7310853 HP. 0811738171, email:
suttaniskandar@yahoo.com
|
A.
RIWAYAT PENDIDIKAN
No
|
Jenis Pendidikan
|
Tempat
|
Tahun Masuk
|
Tahun Lulus
|
Spesialisasi
|
1
|
S-3 UNPAD
|
Bandung
|
Sept 2008
|
14 Pebruari 2011
|
Hukum Administrasi/
Lingkungan
|
2
|
S-2 UNAIR
|
Surabaya
|
Sept 1994
|
24 September 1996
|
Hukum Administrasi
|
3
|
S-1 UNILA
|
Tanjung Karang
|
Sept 1984
|
28 Agustus 1988
|
Hukum Administrasi
|
4
|
SMAN I
|
Tanjung Karang
|
1981
|
1984
|
IPS
|
5
|
SMPN 6
|
Tanjung Karang
|
1977
|
1981
|
-
|
6
|
SDN 19
|
Kotabumi
|
1969
|
1977
|
-
|
B.
PENGALAMAN DI BIDANG KELEMBAGAAN/INSTITUSI
Tahun
|
Kedudukan/Jabatan
|
Kelembagaan/Institusi
|
1996-1999
|
Ketua Bidang Operasional Bapel
KKN UNIB
|
Universitas Bengkulu
|
1999-2004
|
Anggota
Tim TKPDL Pemda Kota Bengkulu
|
Pemda Kota Bengkulu
|
1999-2006
|
Anggota
Senat
|
FH UNIB
|
2003-2006
|
Tim
Hukum MCRMP
|
ADB-Bappeda Prov. Bengkulu, Kota. Bengkulu, Kab. Bengkulu Utara
|
1999-2000
|
Sekretaris P3KKN UNIB
|
Universitas Bengkulu
|
2001-2005
|
Pembantu Dekan II FH UNIB
|
Universitas Bengkulu
|
2005-2008
|
Ketua P3KKN UNIB
|
Universitas Bengkulu
|
2011-2013
|
Anggota Koalisi Kependudukan Untuk Pembangunan Propinsi Bengkulu
|
BKKBN Prov. Bengkulu
|
2011-2013
|
Anggota senat
|
Universitas Bengkulu
|
2011-2013
|
Tim Asistensi Program Sarjana Pelopor Pembangunan Pedesaan (PSP3) di
Provinsi Bengkulu
|
Kemenpora-LPPM UNIB
|
2012
|
Detaser di Universitas Asahan Sumatera Utara, Program Detasering Dikti
|
Universitas Asahan (UNA)
Sumatera Utara
|
2012
|
Anggota Tim Percepatan Pembangunan Kabupaten Bengkulu Tengah
|
Bappeda Bengkulu Tengah
|
2013-2017
|
Ketua Komisi Bidang Hukum dan Pemerintahan
|
Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Bengkulu
|
2013-2017
|
Anggota Forum Pengelolaan DAS Terpadu Provinsi Bengkulu
|
BP-DAS Bengkulu
|
2014-2017
|
Anggota FORMIKAN Provinsi Bengkulu
|
Badan Karantina Perikanan Bengkulu
|
2014-2015
|
Tenaga Ahli Penyusunan Produk Hukum Daerah Provinsi Bengkulu
|
Biro Hukum Setda. Prov. Bkl.
|
C. PENGALAMAN PENYUSUNAN PROPOSAL BLOCKGRAND (TIM TASK FORCE)
Tahun
|
Kegiatan
|
Perguruan Tinggi
|
2000
|
Proposal blocgrand Semi-Que
|
FH UNIB
|
2001
|
Proposal blockgrand Due-Like
|
FH UNIB
|
2002
|
Proposal blockgrand TPSDP
|
FH UNIB
|
2004
|
Proposal blocgrand Prog. A-2,
|
FH UNIB
|
2006-2007
|
Proposal blocgrand Prog. IMHERE
|
Universitas Bengkulu
|
D. PENGALAMAN SEBAGAI REVIEWER
Tahun
|
Kegiatan
|
Perguruan Tinggi/Lembaga
|
2003-2004
|
Reviewer Lembaga Penelitian UNIB
|
Universitas Bengkulu
|
2006-2008; 2011-2014
|
Reviewer
LPPM UNIB
|
Universitas Bengkulu
|
2005-sekarang
|
Reviewer PPM DP2M
|
DIKTI
|
2012
|
Team Reader dalam
proses seleksi Calon Hakim Agung
|
Komisi Yudisial RI
|
2011-2012
|
Reviewer PAK
KUM-B
|
FH UNIB
|
2012-sekarang
|
Reviewer PAK
KUM-B
|
Universitas Bengkulu
|
E. PENGALAMAN DALAM BIDANG PENGAJARAN
Tahun
|
Mata
Kuliah
|
Jenjang
|
Perguruan
Tinggi
|
1989-1994
|
Hukum Pemda
Hukum Administrasi Negara
Hukum Acara PTUN
Hukum Pajak
Hukum Perburuhan
Hukum Lingkungan
|
S-1
|
FH UNIB
|
1996-2008
|
Hukum Administrasi Negara
Hukum Acara PTUN
Praktik Hukum Acara PTUN
Hukum Perizinan
Hukum Lingkungan
Hukum Kehutanan
|
S-1
|
FH UNIB
|
2006-2007
|
Hukum Perikanan
|
Diploma
|
FP UNIB
|
2005-2008
|
Hukum Lingkungan
|
S-2
|
PPs.IH FH UNIB
|
2009-2010
|
Kewarganegaraan
|
Diploma
|
Poltekpos Bandung
|
2011-2012
|
Hukum Lingkungan
|
S-2
|
PPs.IH FH UNIHAZ
|
2011-sekarang
|
Hukum Administrasi Negara
Hukum Lingkungan
Hukum Kehutanan
Hukum Perizinan
Hukum Sumberdaya Alam
|
S-1
|
FH UNIB
|
Hukum Lingkungan
|
S-2
|
PPs.IH FH UNIB
|
|
2012
|
Hukum Administrasi Negara
|
S-1
|
Fisipol UNIB
|
2012-sekarang
|
Kapita Selekta Hukum Administrasi
|
S-2
|
PPs.IH FH UNIB
|
2015
|
Hukum dan Kebijakan Publik
|
S-2
|
PPs.IH FH UNIB
|
F. PENGALAMAN DALAM BIDANG PENELITIAN
Tahun
|
Judul
|
Kedudukan
|
Sponsor
|
1999
|
Status dan Perlindungan Hukum Bagi Pegawai Perusahaan
Umum (Perum)
|
Ketua Tim
|
DIKTI-DM
|
2001
|
Faktor Penyebab dan Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan
(Studi Kasus Pencemaran Lingkungan Hidup oleh Perusahaan Tahu Sumber Mulya di Kec. Gading Cempaka Kota
Bengkulu).
|
Ketua Tim
|
DIKTI-DM
|
2002
|
Kajian Perundang-undangan di Bidang Investasi Dalam
Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah di Prov. Bengkulu.
|
Anggota
|
Balitbang Prov. Bengkulu
|
2003
|
Perlindungan Hukum
Bagi Pegawai Perusahaan Daerah di Provinsi Bengkulu
|
|
DIKTI-DM
|
2003
|
Legislative Review dan Law Enforcement Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di
Propinsi Bengkulu
|
Ketua Tim
|
Bappeda Prov. Bengkulu
|
2003
|
Legislative Review dan Law Enforcement Dalam
Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kab. Bengkulu Utara
|
Ketua Tim
|
Bappeda Kab. Bengkulu Utara
|
2004
|
Otonomi Daerah
dan Problematik Sistem Desentralisasi Dalam Negara Kesatuan RI
|
Ketua Tim
|
Forum-Heds
|
2004
|
Legislative Review dan Law Enforcement Dalam
Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kota Bengkulu,
|
Ketua Tim
|
Bappeda Kota Bengkulu
|
2005
|
Perlindungan Hukum Kawasan Hutan Lindung di Propinsi
Bengkulu Ditinjau Dari Aspek Hukum
Lingkungan Administratif
|
Ketua Tim
|
DIKTI-DM
|
2006
|
Pola Pelestarian Hutan Lindung Bukit Barisan Melalui Pranata Hukum Adat
Serawai Di Kecamatan Kaur Tengah Kabupaten Kaur
|
Anggota
|
DIKTI-PD
|
2006
|
Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Bidang Kehutanan Di
Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu
|
Ketua Tim
|
Forum-Heds
|
2006
|
Model Regulasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Berwawasan
Lingkungan Berkelanjutan Di Kab. Bengkulu Utara
|
Ketua Tim
|
PHK A-2
|
2007
|
Perumusan Model Konseptual Penyelesaian Konflik Atas
Pelanggaran Hutan Lindung Bukit
Barisan Melalui Pranata Hukum Adat Serawai
Di Kecamatan Kaur Tengah Kabupaten Kaur
|
Anggota
|
DIKTI-PD
|
2007
|
Kajian Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Berwawasan Lingkungan
Berkelanjutan Di Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu
|
Anggota
|
DIKTI-HB
|
2007-2008
|
Perumusan dan Penyusunan Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Berkelanjutan Di Kabupaten Seluma
|
Ketua Tim
|
DIKTI-HB
|
2008
|
Perumusan Dan Penyusunan Model Percepatan Pembangunan Kabupaten Seluma Berdasarkan Potensi
Unggulan
|
Anggota
|
DIKTI-HB
|
2009-2010
|
Perumusan Dan Penyusunan Model Akselerasi Pembangunan Kabupaten Kaur
|
Anggota
|
DIKTI-HB
|
2010
|
Implementasi Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Sebagai Instrumen Pencegahan Kerusakan Kawasan
Hutan Dalam Kebijakan Alih Fungsi
Kawasan Hutan Di Indonesia
|
Ketua
Tim
|
DIKTI-HD
|
2012
|
Penyusunan
Naskah Akademik dan Ranperda Tentang Perizinan Usaha Perkebunan Di Provinsi
Bengkulu
|
Ketua
Tim
|
Disbun
Prov. Bengkulu
|
2012
|
Penyusunan
Naskah Akademik Tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara
|
Ketua
Tim
|
Dinas
ESDM Prov. Bengkulu
|
2013
|
Social mapping Kelurahan Kandang dan Kandang Mas Kecamatan
Kampung Melayu Kota Bengkulu
|
Ketua
Tim
|
PBL-
Pertamina Bengkulu
|
2013
|
Penyusunan
Naskah Akademik dan Ranperda Prov. Bengkulu
Tentang Pengelolaan DAS Terpadu
|
Anggota
|
BP-DAS
Bengkulu
|
2013
|
Penyusunan
Ranperda Kota Bengkulu Tentang RPJMD Kota Bengkulu, Bappeda Kota Bengkulu.
|
Ketua
Tim
|
Bappeda
Kota Bengkulu
|
2014
|
Model Pengaturan dan Pengelolaan Usaha Perkebunan
Berkelanjutan (Analisis Terhadap Prinsip-prinsip
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam
Pengelolaan Perkebunan berkelanjutan Di Provinsi Bengkulu)
|
Ketua
Tim
|
DIKTI-HF
|
2014
|
Penyusunan
Naskah Akademik dan Ranperda Prov. Bengkulu
tentang Pengelolaan Outer
Ringroad
|
Anggota
|
Dinas
Kehutanan Provinsi Bengkulu
|
G. PENGALAMAN DALAM BIDANG PENGABDIAN PADA
MASYARAKAT
Tahun
|
Judul
|
Kedudukan
|
Sponsor
|
2000
|
Praktek Pengacara Dan Konsultan Hukum Di Kota Bengkulu (Magang Pada Kantor LBH di Kota Bengkulu)
|
Ketua Tim
|
DIKTI (MKU)
|
2001
|
Praktek Pengacara Dan Konsultan Hukum Di Kota
Bengkulu Dalam Rangka Menanamkan Budaya Kewirausahaan
|
Ketua Tim
|
DIKTI (MKU)
|
2002
|
Penyuluhan Hukum Tentang AMDAL
|
Nara Sumber
|
Bapedalda Rejang Lebong
|
2003
|
Sosialisasi UUPLH Bagi Lurah Se-Kota Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Pemda Kota Bkl
|
2003
|
Penyuluhan Hukum
Lingkungan Bagi Pengusaha Kecil dan Industri Rumah Tangga
|
Nara Sumber
|
Pemda Kota Bkl
|
2003
|
Penataran Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan Bagi Pejabat Di
Lingkungan Pemda Provinsi Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Diklat Pemda Prov. Bkl
|
2003
|
Pelatihan Integrated Coastal Zone Plan And Management
(ICZPM)
|
Nara Sumber
|
Pemda Prov. Bkl
|
2003
|
Pelatihan Integrated Coastal Zone Plan And Management
(ICZPM)
|
Nara Sumber
|
Pemda Bkl. Utara
|
2003
|
Legal Drafting Peraturan Perundang-undangan Tingkat
Daerah di Kota Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Bappeda Kota Bkl
|
2003
|
Legal Drafting Peraturan Perundang-undangan Tingkat
Daerah di Kabupaten Bengkulu Utara
|
Nara Sumber
|
Bappeda Bengkulu
Utara
|
2004
|
Pelatihan Integrated Coastal Zone Plan And Management
(ICZPM)
|
Nara Sumber
|
Bappeda Kota
Bengkulu
|
2004
|
Penyusunan Draft Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kab. Bkl. Utara
|
Ketua
|
Bappeda
Bengkulu Utara
|
2004
|
Penyusunan Draft Rancangan Perda Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Seluma dan
Draft Perda Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Kab. Seluma
|
Ketua Tim
|
Pemda Kabupaten Seluma
|
2004
|
Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Pembekalan Terhadap Anggota DPRD
dari PKS se-Propinsi Bengkulu dan Jambi),
|
Nara Sumber
|
Provinsi Bengkulu
|
2005
|
Diseminasi Hasil
Pelaksanaan Program ICZPM
|
Nara Sumber
|
Pemda Prov. Bkl.
|
2005
|
Penyusunan Draft Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Prov. Bengkulu
|
Ketua
|
Bappeda Provinsi
Bkl.
|
2005
|
Penyusunan dan Lokakarya Draft Rancangan Peraturan
Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kota Bengkulu
|
Ketua Tim
|
Bappeda Kota Bkl
|
2005
|
Penyusunan Draft Rancangan Perda Tentang Rencana Umum
Tata Ruang Wilayah Prov. Bengkulu
|
Anggota Tim
|
Bappeda Provinsi Bkl
|
2005
|
Desk Evaluasi Proposal PPM, Hotel Borobudur- Jkt
|
Reviewer
|
DP2M Dikti.
|
2006
|
Desk Evaluasi Proposal PPM, Hotel Wisata-Jkt
|
Reviewer
|
DP2M Dikti.
|
2006
|
Lokakarya Finalisasi Draft Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kota Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Bappeda Kota Bkl.
|
2006
|
Penyusunan Renstra Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten
Muko-muko Prov. Bengkulu
|
Anggota Tim
|
Bappeda Muko-muko
|
2006
|
Penyusunan Cluster Produk Andalan Kabupaten Muko-muko
Prov. Bengkulu
|
Anggota Tim
|
Bappeda Muko-muko
|
2006
|
Lokakarya Sosialisasi Konsep Pengelolaan Pesisir
Terpadu Prov. Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Bappeda Provinsi Bkl,
|
2006
|
Pelatihan (TOT) Dalam Rangka Pengelolaan Pesisir
Terpadu Propinsi Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Bappeda Provinsi Bkl
|
2006
|
Pelatihan Beracara Di Pengadilan (Litigasi) Bidang
Pembinaan Hukum Polda Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Polda Bengkulu
|
2006
|
Program Pemberantasan Buta Aksara,
di Kab. Bkl. Utara
|
Ketua Tim
|
Dikti. Diknas
|
2006
|
Penyusunan Data Base
Potensi Desa-desa di Kabupaten Seluma
|
Ketua Tim
|
Pemda Kab. Seluma
|
2006
|
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan PPM, di UNSRI, Poltek UNSRI-Palembang,
UNILA-Lampung
|
Reviewer
|
DP2M Dikti
|
2007
|
Desk Evaluasi Proposal PPM, Hotel Pangrango II-Bogor
|
Reviewer
|
DP2M Dikti
|
2007
|
Program Pemberantasan Buta Aksara,
di Kab. Bkl. Utara
|
Ketua Tim
|
Dikti.Diknas
|
2007
|
Penyusunan Data Base
Potensi Desa-desa di Kabupaten Muko
Muko
|
Ketua Tim
|
Bappeda Muko-muko
|
2008
|
Program Pemberantasan Buta Aksara,
di Kab. Bkl. Utara
|
Ketua Tim
|
Dikti.Diknas
|
2008
|
Penyusunan Data Base
Potensi Desa-desa di Kabupaten Kaur
|
Ketua Tim
|
Bappeda Kaur
|
2008
|
Desk Evaluasi Proposal PPM DP2M, Dikti.
|
Reviewer
|
DP2M Dikti
|
2009
|
Desk Evaluasi Proposal PPM DP2M,
Dikti-Hotel Rinjani-Semarang
|
Reviewer
|
DP2M Dikti
|
2009
|
Bimbingan Teknis Pengacara Pemerintah Daerah Dalam
Menghadapi Gugatan Administrasi Negara, Hotel Jayakarta-Bandung
|
Nara Sumber
|
FH UNPAD
|
2010
|
Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan kegiatan PPM di wilayah Jawa Tengah, oleh perguruan tinggi:
UGM, UNY, UII, Institut Pertanian Stiper, Univ. Sanata Dharma, Institut Sains
dan Teknologi Akprind, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, STMIK El Rahmah,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiah, Politeknik API, Politeknik LPP.
|
Reviewer
|
DP2M Dikti
|
2011
|
Desk Evaluasi Proposal PPM IbM DP2M
|
Reviewer
|
LPPM UNIB
|
2011
|
Pelatihan dan pembekalan bagi para Sarjana
Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3)
|
Nara Sumber
|
Kerjasama Kemenpora-LPPM UNIB
|
2012
|
Desk Evaluasi Proposal PPM DIPA
|
Reviewer
|
LPPM UNIB
|
2012
|
Sosialisasi Program Kewirausahaan Bagi Masyarakat
Nelayan di Kelurahan Kandang Kota Bengkulu,
pembangunan gedung sekolah PAUD/TK dan peralatannya, pemberian bantuan
peralatan bagi nelayan dan ibu rumah tangga nelayan.
|
Nara Sumber
dan pelaksana PBL
|
PBL Pertamina Sumbagsel-LPPM UNIB
|
2013
|
Pelatihan Penulisan Proposal PPM Bagi Dosen
Fakultas MIPA-UNIB
|
Narasumber
|
FMIPA-UNIB
|
2013
|
Sosialisasi Program Kewirausahaan Bagi Masyarakat
Petani di Desa Permu Kabupaten Kepahyang, pemberian bantuan heller padi dan
heller kopi, genset untuk kelompok tani.
|
Nara Sumber, dan
pelaksana PBL
|
PBL Pertamina Sumbagsel-LPPM UNIB
|
2013
|
Desk Evaluasi Proposal PPM BOPTN
|
Reviewer
|
LPPM UNIB
|
2013
|
Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan kegiatan PPM BOPTN UNIB
|
Reviewer
|
LPPM UNIB
|
2013
|
Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan kegiatan PPM Dikti di
wilayah Garut, Lampung, dan Makasar, oleh perguruan tinggi: Universitas
Garut, AMIK Garut, Poltek Negeri Lampung, UBL, Poltek Negeri Makasar
|
Reviewer
|
DP2M Dikti
|
2014
|
Pembekalan Mahasiswa Peserta KKN-UNIB Periode 72
tahun 2014
|
Narasumber
|
P3KKN UNIB
|
H. PENGALAMAN PENYUSUNAN/PENERBITAN BUKU
Nama
|
Judul Buku Ajar/Buku Teks
|
Tahun
|
Penerbit
|
ISBN
|
Iskandar
|
Hukum Administrasi
|
1999
|
FH UNIB
|
-
|
Iskandar
|
Hukum Acara PTUN
|
2000
|
FH UNIB
|
-
|
Iskandar
|
Praktek Hukum
Acara PTUN
|
2000
|
FH UNIB
|
-
|
Iskandar
|
Hukum Lingkungan
|
2001
|
FH UNIB
|
-
|
Iskandar
|
Hukum Perizinan
|
2003
|
FH UNIB
|
-
|
Iskandar
|
Hukum Kehutanan
|
2004
|
FH UNIB
|
-
|
Iskandar
|
Regulasi Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut dan
Pulau Kecil Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan
|
2006
|
Lemlit- UNIB Press
|
979-9431-20-7
|
Iskandar
|
Profil Desa-desa Dalam Wilayah Kabupaten Seluma
Provinsi Bengkulu
|
2006
|
P3KKN-UNIB
|
-
|
Iskandar
|
Panduan Penyelenggaran Program KKN Universitas
Bengkulu
|
2007
|
P3KKN-UNIB
|
-
|
Iskandar
|
Profil Desa-desa Dalam Wilayah Kabupaten Kaur
Provinsi Bengkulu
|
2008
|
P3KKN-UNIB
|
-
|
Iskandar, et.al.
|
Penyusunan Draft Buku Pedoman Pelaksanaan PPM-DP2M
Dikti.
|
2010
|
DP2M Dikti
|
-
|
Iskandar, et.al.
|
Kebijakan Perubahan Kawasan Hutan Dalam
Pengelolaan Berkelanjutan
|
2011
|
UNPAD-PRESS
|
978-602-8743-51-8
|
Iskandar, et.al.
|
Potret Hukum, Mentalitas Korupsi, Kolusi, Dan
Nepotisme Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Suatu Kajian dari Perspektif
Konsep Etika Uber Ich Sigmund Freud
dan Good Governance
|
2012
|
Penerbit Total Media, Jakarta
|
978-979-15913-5-5
|
Iskandar
|
Hukum Kehutanan, Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan Berkelanjutan
|
2015
|
CV. Mandar
Maju , Bandung
|
978-979-538-439-2
|
I. DAFTAR PUBLIKASI ARTIKEL
Tahun
|
Judul Artikel
|
Nama Media
|
1999
|
Perlindungan Hukum Bagi Pegawai Perusahaan Umum
(Perum)
|
Jurnal Penelitian Fakultas Hukum UNIB
|
2000
|
Perlindungan Hutan
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2000
|
Arti Penting Lingkungan Hidup
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2000
|
Lingkungan Hidup dan Permasalahannya
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2000
|
Arti Penting Perizinan Lingkungan
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2000
|
AMDAL, Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL)
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2000
|
Baku Mutu Lingkungan (BML)
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2000
|
Sikap dan Perbuatan Berwawasan Lingkungan
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2000
|
Sanksi bagi Pencemar dan Perusak Lingkungan
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2000
|
Prosedur Penyelesaian Kasus Pencemaran dan
Perusakan Lingkungan
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2000
|
Asal Usul Marga
|
Bengkulu Pos
|
2000
|
Praktek Pengacara Dan Konsultan Hukum Di Kota
Bengkulu
|
Proseding Seminar Nasional, Dikti. Jkt.
|
2000
|
Faktor Penyebab Terjadinya Kasus Pencemaran dan
Gangguan Lingkungan (Studi Terhadap Kasus Pencemaran dan Gangguan Lingkungan
oleh Perusahaan Tahu Sumber Mulya di Kec. Gading Cempaka Kota Bengkulu),
|
Jurnal Penelitian Hukum-USU, Medan
|
2000
|
Konsep HAM dan Perlindungan Hukum
|
Proseding Seminar BKS-Barat, FH UNIB.
|
2001
|
Masyarakat Sadar Lingkungan (Masdarling)
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2001
|
Tergugat dan Penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2001
|
Tata Usaha Kayu dan Permasalahannya
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2001
|
Pengelolaan Sumber Daya Laut dan Pantai Di Propinsi
Bengkulu
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2001
|
Pendidikan Lingkungan
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2001
|
Sampah dan Permasalahannya
|
Harian Semarak Bengkulu
|
2001
|
Penyelesaian Sengketa Lingkungan (Studi Kasus
Pencemaran Lingkungan Hidup oleh Perusahaan Tahu Sumber Mulya di Kec. Gading Cempaka Kota
Bengkulu),
|
Jurnal Supremasi Hukum FH. UNIB
|
2002
|
Perlindungan Hukum Bagi Pegawai Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD),
|
Jurnal Supremasi Hukum FH. UNIB.
|
2003
|
Perizinan Lingkungan Sebagai Instrumen
Perlindungan Hutan Di Provinsi Bengkulu,
|
Jurnal Supremasi Hukum FH. UNIB.
|
2003
|
Kajian Peraturan Perundangan-undangan Berkaitan
Dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir di Provinsi Bengkulu
|
Jurnal Kutei FH. UNIB.
|
2004
|
Keabsahan Kebijakan Kepala Daerah Dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
|
Prosiding Seminar Nasional di Prop. Bkl.
|
2004
|
Perlindungan Hukum Kawasan Hutan Lindung Di
Propinsi Bengkulu Ditinjau Dari Aspek Hukum Lingkungan Administratif
|
Jurnal Litigasi
FH. UNPAS Bandung, Terakreditasi.
|
2004
|
Regulasi dan Penegakan Hukum Lingkungan
|
Jurnal Kutei FH. UNIB.
|
2006
|
Aspek Hukum dan Penataan Ruang Dalam Pengelolaan
Wilayah Pesisir Di Era Otonomi Daerah Serta Alternatif Penanganan Konflik
|
Prosiding Seminar Nasional di Bengkulu
|
2011
|
Konsepsi dan Pengaturan Hak Atas Lingkungan Hidup
Yang Baik dan Sehat (Kajian Perspektif Hak Asasi Manusia Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup);
|
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, Bengkoelen Justice,
Volume I Nomor 1 April 2011, PPs.Ilmu Hukum FH UNIB.
|
2011
|
Sertifikasi Ekolabel Sebagai Instrumen Kebijakan
Pengaturan (Regulatory Policy)
Dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
|
Jurnal Ilmiah KUTEI, Badan Penerbit FH UNIB. Edisi
20 April 2011.
|
2011
|
Hukum Dalam Era Globalisasi Dan Pengaruhnya
Terhadap Pembangunan Ekonomi Dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup (Kajian
Pengembangan Sistem Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945)
|
Jurnal Konstitusi, Vol. IV No. 1 Juni 2011,
MKRI-PKK FH UNIB.
|
2011
|
Aktualisasi Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Perubahan Peruntukan, Fungsi, dan Penggunaan Kawasan Hutan
|
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11 No. 3, September 2011, FH UNSOED,
Purwokerto, Terakreditasi.
|
2013
|
Tinjauan Yuridis Tukar
Menukar dan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Nonkehutanan
|
Majalah Ilmu Hukum
Kerthawicaksana, Vol. 19 No. 1, Januari 2013, FH Universitas Warmadewa,
Denpasar-Bali, Terakreditasi.
|
2014
|
Keabsahan Tindak Pemerintahan (Analisis Yuridis Terhadap Keputusan
Gubernur Bengkulu No. W.421.XXV Tahun 2011 Tentang Persetujuan Izin
Usaha Pertambangan Operasi Produksi
Kepada PT. Inmas Abadi dan Keputusan Gubernur Bengkulu No. V.61.XXV Tahun
2012 Tentang
Pencabutan/Pembatalan Keputusan
Gubernur Bengkulu Nomor: W.421.XXV Tahun 2011 Kode Wilayah 96MR0524 tentang
Persetujuan Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi Kepada PT. Inmas Abadi)
|
Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5 No. 1, Maret 2014, FH
Universitas Jambi.
|
2014
|
Instrumen Ekonomi Dalam Kebijakan Lingkungan (Kajian Pengaturan Dalam Hukum Positip
dan Perspektif Pengaturan Di Daerah Sebagai Solusi Alternatif Pencegahan
Kerusakan Lingkungan dan Konflik Pascatambang),
|
Jurnal Progresif, FH-Universitas Bangka Belitung,
Maret 2014.
|
J.
PENGALAMAN
DALAM FORUM DISKUSI DAN PERSIDANGAN
Tahun
|
Judul
|
Kedudukan
|
Tem
pat
|
Wila
yah
|
2003
|
Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Propinsi
Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Bappeda Prov. Bengkulu
|
Lokal
|
2003
|
Konsultasi Antar Sektor Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Prov.
Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Bappeda Prov. Bengkulu
|
Lokal
|
2003
|
Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kab.
Bengkulu Utara
|
Nara Sumber
|
Bappeda Bengkulu Utara
|
Lokal
|
2004
|
Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kota
Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Bappeda Kota Bengkulu
|
Lokal
|
2004
|
Konsultasi Antarsektor Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kota
Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Bappeda Kota Bengkulu
|
Lokal
|
2004
|
Konsultasi Antar Sektor Draft Rancangan Peraturan
Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di
Kab. Bengkulu Utara
|
Nara Sumber
|
Bappeda Bengkulu Utara
|
Lokal
|
2005
|
Konsultasi Antar Sektor Draft Rancangan Peraturan
Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di
Prov. Bengkulu
|
Nara Sumber
|
Bappeda Prov. Bengkulu
|
Lokal
|
2012
|
Dialog Interaktif: Pengelolaan Lingkungan Hidup Di
Provinsi Bengkulu
|
Nara Sumber
|
RRI- Bengkulu
|
Lokal
|
2012
|
Dialog Interaktif: Pengelolaan Sektor Pertambangan
Di Provinsi Bengkulu
|
Nara Sumber
|
RRI- Bengkulu
|
Lokal
|
2012
|
Dialog Interaktif: Kebijakan Pembangunan Bengkulu
|
Nara Sumber
|
RB-TV- Bengkulu
|
Lokal
|
2012
|
Sengketa TUN,
Antara Gubernur Bengkulu dengan
PT. Inmas Abadi
|
Saksi Ahli
|
PTUN Bengkulu
|
Lokal
|
2013
|
Perkara Pidana, An. M. Taufik, PDAM Bkl
|
Saksi Ahli
|
PN Bengkulu
|
Lokal
|
2013
|
Dialog Interaktif: Proses Seleksi Anggota KPU
|
Nara Sumber
|
RB-TV- Bengkulu
|
Lokal
|
2013
|
Dialog Interaktif: Kedudukan Hukum Anggaran Daerah
Dalam Penyertaan Modal Pada PT. Bengkulu Mandiri
|
Nara Sumber
|
RB-TV- Bengkulu
|
Lokal
|
2013
|
Dialog Interaktif: Keterbukaan Informasi Publik
|
Nara Sumber
|
TVRI- Bengkulu
|
Lokal
|
2013
|
Dialog Interaktif: Keterbukaan Informasi Publik
|
Nara Sumber
|
Esha-TV- Bengkulu
|
Lokal
|
2014
|
FGD: Mencari Solusi Atas Masalah Agraria Di
Bengkulu
|
Nara Sumber
|
DPD-RI-UNIB
|
Lokal
|
K. PENGALAMAN DALAM
PENATARAN/PELATIHAN/WORKSHOP/MAGANG
Tahun
|
Nama
Pelatihan
|
Tempat
|
1996
|
Penataran Hukum
Administrasi
|
Unair-Surabaya
|
1997
|
Penataran Hukum Lingkungan
|
Unair-Surabaya
|
1998
|
Penataran Hukum
Administrasi
|
Unair-Surabaya
|
1999
|
Penataran Hukum Lingkungan
|
Unair-Surabaya
|
2000
|
Pelatihan Penulisan Buku Ajar
|
Hotel Pangeran Padang
|
2001
|
Pelatihan Dasar-dasar AMDAL
|
IPB- Hotel Mutiara Bogor
|
2005
|
Workshop Reviewer DP2M Dikti
|
Dikti-Jakarta
|
2006
|
Workshop KKN-PM
|
Dikti-Jakarta
|
2007
|
Workshop Pelaksanaan KKN-PM
|
UGM-Yogyakarta
|
2007
|
Workshop Pengajar HTN/HAN
|
Mahkamah Konstitusi-RI Hotel Sultan Jakarta
|
2009
|
TOT Reviewer DP2M Dikti
|
Hotel Mirah Bogor
|
2010
|
TOT Reviewer DP2M Dikti
|
Hotel Sheraton-Jakarta
|
2012
|
Workshop Hibah Penulisan Buku Teks, “Hukum
Kehutanan – Prinsip Hukum Pelestarian
Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Pengelolaan Kawasan hutan
Berkelanjutan”.
|
Dikti, Hotel Jayakarta, Bandung
|
2012
|
Workshop Pengelolaan Usaha dan Pengaturan Perizinan Di
Bidang Perkebunan Berkelanjutan
|
Disbun, Palangkaraya, Kalteng
|
2013
|
Workshop Pengelolaan DAS Terpadu
|
Pemda Kab. Serang, Banten
|
L. PENGALAMAN MENGIKUTI SEMINAR/LOKAKARYA
Tahun
|
Nama Penghargaan
|
Peran/ ke dudukan
|
Tempat
|
Lembaga Penyelenggara
|
1999
|
Seminar
Nasional Hasil Kegiatan PPM
|
Pemakalah
|
Hotel
Wisata-Jakarta
|
DP3M Dikti.
|
2000
|
Seminar
Nasional Program Semi-Que
|
Pemakalah
|
Hotel
Bidakara-Jakarta
|
Dikti
|
2003
|
Seminar
Nasional, Keabsahan Kebijakan Kepala
Daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah
|
Pemakalah
|
GSG
Pemda Prov. Bengkulu
|
Kejati BKL
|
2006
|
Seminar
Nasional Hasil Penelitian
|
Pemakalah
|
Hotel
Borobudur-Jakarta
|
DP2M Dikti
|
2007
|
Seminar
Hasil Kegiatan PPM
|
Pemakalah
|
Depdiknas-Jakarta
|
DP2M Dikti
|
2010
|
Seminar
Hasil Kegiatan Pelaksanaan PPM-PT
|
Reviewer
|
Hotel
Sheraton-Jakarta
|
DP2M Dikti
|
2013
|
Seminar
Hasil Kegiatan PPM Multi Tahun
|
Reviewer
|
Hotel
Simpang, Surabaya
|
DP2M Dikti
|
2014
|
Semirata:
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Konflik Pascatambang
|
Pemakalah
|
Hotel
Aston, Bangka Belitung
|
BKS-FH-PTN-Wilayah Barat
|
2014
|
Reformasi
Mentalitas KKN Dalam Kebijakan Pengelolaan SDA Sebagai Solusi Konflik Agraria
|
Pemakalah
|
Ruang
Rapat UNIB
|
DPD-UNIB
|
2015
|
Implikasi
Alih Kewenangan
Dalam Pengelolaan Sumber Daya
Alam Pasca
Berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah
|
Pemakalah
|
Hotel
Samudra Dwinka, Bengkulu
|
WALHI, Bengkulu
|
2015
|
Ambiguitas
Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia, (Penguatan Institusi Bergantung
Sudut Pandang Dan Kepentingan)
|
Pemakalah
|
Hotel
Putri Gading, Bengkulu
|
Kejati, Bengkulu
|
2015
|
Peran DPRD Dalam Mencegah Timbulnya Konflik
Pengelolaan Sumberdaya Alam
|
Pemakalah
|
Hotel Risky, Tais, Kabupaten Seluma
|
DPRD Seluma
|
M. PENGHARGAAN
Tahun
|
Nama Penghargaan
|
Lembaga Pemberi
|
1999
|
Dosen
Berprestasi 3
|
Unib-Bengkulu
|
2004
|
Penghargaan
Walikota, Dalam Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Di Kota Bengkulu
|
Pemda
Kota Bengkulu
|
2006
|
Dosen
Berprestasi 1
|
FH.
Unib-Bengkulu
|
2006
|
Penulisan
Buku Teks dan Jurnal
|
Unib-Bengkulu
|
2008
|
Sertifikasi
Pendidikan
|
Unib-Unand
Padang
|
2011
|
Penulisan
Buku Teks dan Jurnal ilmiah
|
Unib-Bengkulu
|
2012
|
Detaser
|
Dikti.
Kemendikbud.
|
2013
|
Penulisan
Jurnal Ilmiah
|
Unib-Bengkulu
|
2014
|
Dosen
Berprestasi 1
|
FH.
Unib-Bengkulu
|
2014
|
Dosen
Berprestasi 2
|
Unib-Bengkulu
|
Bengkulu, 15 Oktober 2015
Iskandar
NIP. 196311071990011002
[1] SDA selain dapat dikategorikan dalam bentuk modal alam (natural resources stock) seperti daerah
aliran sungai, danau, kawasan
lindung, pesisir dan lain-lain. Juga dalam bentuk faktor produksi atau
komoditas seperti mineral, batubara, kayu, rotan, air, ikan, dan lain-lain.
Upaya pelestarian kedua kategori SDA tersebut sangat ditentukan oleh daya
dukungnya, karena memiliki keterbatasan untuk menghasilkan komoditas secara
berkelanjutan. Selain itu, SDA dapat dikategorisasi menjadi SDA yang terbarukan dan tidak
terbarukan, sehingga dalam pemanfaatan SDA harus dilakukan secara bijak sesuai
dengan karakteristik dan keterbatasannya. Istilah Sumber Daya Alam (SDA) secara yuridis dapat ditemukan di Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR RI/1999 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, khususnya Bab IV Arah
Kebijakan Huruf H SDA dan LH, angka 4, yang menyatakan: “Mendayagunakan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya
masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan
undang-undang.” Demikian juga pada
ketentuan Ketetapan MPR RI
Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA, khususnya Pasal 6 yang menyatakan: “Menugaskan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk segera mengatur lebih lanjut
pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan
SDA serta mencabut, mengubah dan/atau mengganti semua undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan dengan Ketetapan ini.”
[2]
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain, (Pasal 1 angka 1 UUPPLH). Kerusakan SDA
berarti juga kerusakan LH, karena SDA merupakan bagian dari LH.
[3]
Philipus M. Hadjon, et.,al., 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
hlm. 123-128.
[4] Izin
merupakan suatu keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dikeluarkan oleh organ
pemerintah, didalamnya terkandung suatu muatan hal yang bersifat konkret,
individual, dan final. Sebagai KTUN maka izin harus memenuhi unsur-unsur KTUN
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN), terakhir telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Selain itu,
pada Pasal 1 angka 8 Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Di Daerah, disebutkan bahwa izin adalah
dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peratutan daerah
atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya
seseorang atau badan hukum untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pada
angka 9 disebutkan bahwa Perizinan adalah pemberian legalitas kepada orang atau
pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk ijin maupun tanda daftar
usaha.
[5] ten
Berge menyatakan: “De vergunning is een van de meest gebruikte in het
administratief recht. Het bestuurs hanteert de vergunning als een juridisch
middel om de burgers te sturen”, lihat N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge,
1993, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon,
Yuridika, Surabaya, hlm. 2-3. Perhatikan
juga Ahmad Basuki, Pertanggungan Jawab Pidana Pejabat Atas Tindakan Mal-Administrasi Dalam
Penerbitan Izin Di Bidang Lingkungan, Jurnal PERSPEKTIF, Volume
XVI No. 4 Tahun 2011 Edisi September, Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya, hlm. 253.
[6] Ibid.
[7] Perhatikan Ivan
Fauzani Raharja, Penegakan Hukum Sanksi
Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizinan, Jurnal Inovatif, Volume VII No. II
Mei 2014, hlm., 118-119.
[8] Perhatikan
Adrian Sutedi, 2009. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik,
Sinar Grafika, Jakarta, hlm 167-168.
[9] Lihat
Pasal 1 angka 35 dan angka 36 UUPPLH, jo. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.
[10] Dalam
praktik, baik pemerintah (pejabat) maupun pelaku
usaha sering melakukan pelanggaran terhadap UUPPLH dan UU yang mengatur tentang
SDA. Pelanggaran hukum perizinan yang
sering terjadi yaitu berkaitan dengan ketidakpatuhan yang dilakukan oleh
pemerintah (pejabat) misalnya mengeluarkan Izin Usaha Perkebunan (IUP)
tanpa AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), gagal menegakkan hukum,
mencegah kerugian negara dan kerusakan lingkungan serta secara sadar mengetahui
adanya aktivitas pembukaan lahan/penanaman yang dilakukan oleh perusahaan meski
tanpa AMDAL, surat izin pelepasan kawasan hutan dan kemungkinan tanpa Izin
Pemanfaatan Kayu (IPK). Sedangkan pelanggaran
hukum yang sering dilakukan oleh perusahaan yaitu mendapatkan IUP tanpa
AMDAL yang sah dan legal, melakukan aktivitas pembukaan lahan dan penanaman di
area hutan tanpa surat izin pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan,
membabat lahan hutan tanpa IPK yang sah, beroperasi tanpa AMDAL, beroperasi di
luar batas yang ditentukan dalam izin, dan sebagainya.
[12] Hal
ini tentunya bertentangan dengan nilai-nilai substansial Pembukaan UUD 1945
khususnya alinea 4 dan ketentuan Pasal
33 UUD 1945: ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (hasil amandemen
keempat). (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam undang-undang (hasil amandemen keempat).
[13] F.J.
Broswimmer memaknai ecocide adalah
tindakan terencana langsung maupun tidak langsung yang ditujukan untuk menguras
dan menghancurkan serta memusnahkan eksistensi dasar ekologi dari sebuah tata
kehidupan semua mahluk didalamnya. Ecocide
is the killing of an ecosystem, lihat M. Ridha Saleh, Ecocide, Politik Kejahatan Lingkungan Hidup dan Pelanggaran Hak
Asasi Manusia, Walhi, Jakarta, 2005, hlm. 66-67. Lihat juga Iskandar, Instrumen Ekonomi Dalam Kebijakan
Lingkungan (Kajian Pengaturan Dalam
Hukum Positip dan Perspektif Pengaturan Di Daerah Sebagai Solusi Alternatif
Pencegahan Kerusakan Lingkungan dan Konflik Pascatambang, Jurnal Progresif,
FH-UBB., Bangka Belitung, 2014, hlm. 17.
[14]
Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi masa yang akan datang. Artinya,
dalam melakukan eksploitasi dan pemanfaatan SDA harus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat pada masa sekarang,
tetapi dilakukan tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang. Dengan
demikian generasi berikutnya juga dapat merasakan dan menikmati SDA seperti yang saat ini kita nikmati dan rasakan.
[15] Lihat Huala Adolf, dalam bukunya, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional,
Rajawali Pers, Jakarta, 1991, pada hlm. 51., bahwa
Kedaulatan negara atas kekayaan alamnya, diakui oleh dunia internasional
sebagaimana diatur dalam Resolusi Majelis
Umum PBB, 21 Desember 1952 yaitu tentang prinsip “penentuan nasib sendiri ekonomi setiap negara berkembang” (economic
self-determination) ditegaskan bahwa hak setiap negara untuk memanfaatkan
kekayaan alamnya. Kemudian dalam Resolusi Majelis
Umum PBB, 14 Desember 1962 dan 25 November 1966 serta 17 Desember 1973 tentang
“kedaulatan permanen” (permanent sovereignty)
terhadap kekayaan alam di laut dan tanah di bawahnya dan di bawah perairan laut
yurisdiksinya. Dalam Covenant on Economic, Social and Cultural Right, 16 Desember 1966, pada Pasal 1
ditegaskan tentang hak suatu negara (peoples)
untuk memanfaatkan secara bebas kekayaan alamnya. Resolusi Majelis Umum PBB
tentang Permanent Sovereignty over Natural Resources tahun 1974
dan Deklarasi tentang pembentukan Tata Ekonomi Internasional Baru dan Piagam
Hak-hak Ekonomi dan Kewajiban Negara (Charter of Economic Rigahts and Duties
of State) tahun 1974, yang menegaskan kembali kedaulatan negara untuk
mengawasi kekayaan alamnya, terutama bagi negara berkembang. Demikian juga
dalam Prinsip 21 dan 11 Declaration on the Human Environment dari
Konferensi Stockholm, 5-6 Juni 1972, yang menyatakan bahwa negara-negara
memiliki hak berdaulat untuk memanfaatkan kekayaan alamnya sesuai dengan
kebijaksanaan pengamanan dan pemeliharaan lingkungannya.
[16] Namun
fakta yang terjadi justru sangat ironis,
manakala pemerintah justru memberi ruang usaha perkebunan dikuasai asing yang
dapat mencapai maksimal 95%, lihat
Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha
Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
Penanaman Modal.
[17]
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menyatakan bahwa
Indonesia merupakan pemilik hutan hujan tropis ketiga di dunia dengan luas
kawasan mencapai 130,68 juta hektare. Namun, laju deforestasi hutan yang sangat
cepat membuat luas hutan berkurang. Setiap tahunnya deforestasi dan degradasi
hutan berada di angka 450 ribu hektare. Langkah utama yang diambil untuk
mengurangi kerusakan hutan yakni dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya
hutan. Disamping itu, penindakan tegas juga harus dilakukan agar kerusakan
hutan tidak meluas, http://nasional.sindonews.com/read/967291/15/ kerusakan-hutan-mencapai-450-ribu-hektare-pertahun-1424526825,
diunduh 28 Agustus 2015.
[18] Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, disebutkan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan
hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian
terpadu. Selanjutnya, pada ayat (2) dari pasal tersebut menyebutkan bahwa Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis,
ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR.
Dalam Pasal 38, pada ayat (1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan
hutan produksi dan kawasan hutan lindung, pada ayat (2) disebutkan bahwa Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan, ayat
(3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui
pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas
dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan, pada ayat (4) Pada
kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan
terbuka, dan ayat (5) Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis
dilakukan oleh Menteri atas persetujuan DPR. Selanjutnya pada ayat (4)
ditegaskan bahwa pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan
dengan pola pertambangan terbuka. Lihat juga ketentuan Pasal 11, 12, dan Pasal
13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Perhatikan juga Iskandar, et.al.,
2011, Kebijakan Perubahan Kawasan Hutan
Dalam Pengelolaan Berkelanjutan, Unpad Press., Bandung, hlm. 93, 121. 137.
[19] Forest Watch
Indonesia (FWI), Potret
Keadaan Hutan Indonesia Periode 2009-2013, http://sains.kompas.com/read/2014/12/11/20455171/Tiap.Menit
.Indonesia.Kehilangan.Hutan.Seluas.Tiga.Kali.Lapangan.Bola, diunduh
28 Agustus 2015.
[20] Data
dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, paling tidak terdapat 65 izin
pertambangan dengan luas 130.605,88 hektar terindikasi berada di kawasan hutan
konservasi dan hutan lindung. Dari 65 izin pertambangan tersebut, sebanyak 31
izin berada di kawasan hutan konservasi dan 34 izin lainnya di kawasan hutan
lindung. Rinciannya, 31 izin pertambangan di hutan konservasi sebanyak 23 izin
berupa Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Bengkulu dengan luas 5.144,55 ha.
Kemudian, satu IUP di Lampung seluas 3,47 ha, satu izin Kontrak Karya di
Lampung dengan luas 16,80 ha, dan satu IUP di Banten seluas 841,55 ha. Dari 34
izin pertambangan di kawasan hutan lindung, sebanyak 19 IUP di Bengkulu seluas
113.600,96 ha. Kemudian, 11 IUP di Lampung seluas 905,78 ha dan dua izin
Kontrak Karya seluas 9.777,22 ha. Selain itu, ada dua IUP di Banten
seluas 315,55 ha. lihat http://m.radarpena.com/welcome/read/2015/04/24/18376/18/1/Bengkulu-Terbanyak-Pelanggaran-Tambang.
diunduh 28 Agustus 2015.
[21]
Siaran Pers, Nomor : S.196/PHM-1/2015,
tanggal 30 Maret 2015, https://
www.google.com/search?q=Siaran+Pers%2C+Nomor+%3A+S.196%2FPHM-1%2F2015%2C++tanggal+30+Maret+2015&ie=utf-8&oe=utf-8, diunduh 30 Agustus 2015.
[22] Lihat
Iskandar, 2010, Implementasi
Prinsip-prinsip Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Sebagai Instrumen Pencegahan
Kerusakan Kawasan Hutan Dalam Kebijakan Alih Fungsi Kawasan Hutan Di Indonesia,
Laporan Penelitian, HD. PPs.Unpad.,
Bandung, hlm. 4-5. Lihat juga
Iskandar, et.al., Kajian Pengaturan Perizinan Usaha Perkebunan
Di Provinsi Bengkulu, Disbun Prov. Bengkulu, 2012, hlm. 31-35. lihat
http://sawitwatch.or.id/,
lihat juga http://www.luwuraya.net/ 2013/06/ korupsi-sumber-daya-alam-semakin-fantastis/, diunduh
pada tanggal 30 Agustus 2015.
[23] lihat
ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Pertanian No.
98/Permentan/OT.140/9/2013 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
[24]
Perizinan Usaha Perkebunan, dibutuhkan dan menjadi
salah satu syarat untuk semua perusahaan perkebunan yang aktif. Perizinan
perkebunan hanya dapat dikeluarkan setelah beberapa kriteria telah disetujui,
termasuk salah satunya disetujuinya AMDAL oleh pemerintah provinsi atau dinas
di kabupaten. AMDAL memerlukan beberapa rangkaian proses, konsultan menetapkan
dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari perkebunan yang akan dibangun dan
membuat rencana pengembangan yang berkelanjutan untuk meminimalisir dampak.
Dari beberapa sanksi yang terdapat pada UUPPLH terdapat sanksi kurungan penjara
antara satu hingga tiga tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar dan Rp 3 miliar
untuk “setiap orang” yang beraktivitas tanpa memiliki AMDAL yang telah
disetujui. Bagian ini menjadi signifikan karena AMDAL tidak hanya sebagai salah
satu tahap dalam pemberian izin tetapi juga termasuk dalam rencana pengelolaan
dan pencegahan dampak lingkungan selama berlangsungnya aktivitas usaha.
[25] Dalam
ketentuan Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA)
disebutkan bahwa HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh negara guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. HGU diberikan
untuk paling lama 25 tahun, sedangkan untuk perusahaan yang memerlukan waktu
lebih lama, dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun. Dalam Pasal
34 UUPA disebutkan bahwa HGU hapus karena: a) jangka waktunya berakhir, b)
dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu yang tidak dipenuhi,
c) dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir, d) dicabut
untuk kepentingan umum, e) ditelantarkan, dan f) tanahnya musnah. Lihat Iskandar,
Tinjauan Yuridis Tukar Menukar dan
Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Nonkehutanan, Majalah Ilmu Hukum
Kerthawicaksana, Vol. 19 No. 1, Januari 2013, FH Universitas Warmadewa,
Denpasar-Bali, hlm. 65-66.
[26] Hasil penelitian
dari M. Yamani Komar dan Hamdani Ma’akir, 2013,
Penertiban HGU
Terlantar Di Provinsi Bengkulu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. menunjukkan bahwa luas lahan HGU perkebunan besar 208.546 Ha,
dari luas tersebut 35.533 Ha terindikasi terlantar, lihat http://repository.unib.ac.id/835/,
diunduh 29 Agustus 2015. Seperti halnya lahan HGU seluas 3.700 hektare di Desa
Pelajau Kecamatan karang Tinggi Kabupaten Bengkulu Tengah milik PT. Bengkulu
Sawit Jaya (BSJ) diterlantarkan sejak 1999 lalu sampai saat ini, http://harianrakyat
bengkulu. com/ver3/2015/06/25/ribuan-hektare-hgu-terlantar/,
diunduh 29 Agustus 2015.
[27]
Iskandar, et.al., Kajian Pengaturan Izin
…, ibid.. lihat http://gresnews.com/news/20130615-korupsi-sumber-daya-alam,
lihat juga http://www.elsam.or.id/article.php?id, diunduh
pada tanggal 30 Agustus 2015.
[28] Terkait dengan IUP ini, di Provinsi Bengkulu banyak
perusahaan yang tidak memiliki IUP, bahkan perusahaan besar yang telah
beroperasi sangat lama, diantaranya PT. Agrecinal yang berlokasi di Kecamatan
Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara dengan luas area 8.902 hektar. Perusahaan ini telah beroperasi
selama 33 tahun tanpa IUP. Hal ini tentunya sudah di luar
batas kewajaran. Beberapa perusahaan perkebunan sawit di
Bengkulu Tengah juga diduga tidak mmiliki IUP, seperti PT Bio Nusantara,
PT Citra Sawit Lestasi, PT Agra, PT. Agri
Andalas, PT. Bumi Rafflesia Indah, PT. Riau Agrindo Agung. Hal ini dinyatakan oleh Hasyim, Kepala Bidang Perizinan Kantor BPMPPT, Bengkulu Tengah. Lihat http://www. kompasiana.com/www.4lawangitcommunity. blogspot.com/
hebat-ada-perusahaan-besar-beroperasi-33-tahun-tanpa-izin
54f341e7745513a02b6c6df8, diunduh, 29 Agustus 2015.
[29] Lihat Iskandar, 2014, Reformasi
Mentalitas KKN Dalam Kebijakan Pengelolaan SDA Sebagai Solusi Konflik Agraria,
Artikel, disampaikan pada acara FGD, dengan Tema: Mencari Solusi Atas
Masalah Agraria Di Bengkulu, pada hari Kamis, 24 April 2014, kerjasama DPD-RI dengan Universitas
Bengkulu, hlm.7. Lihat juga Brankov, et.al., dalam artikel dengan judul: Corruption
In The Land Sector, bahwa “...Corruption in the land sector can be generally characterized as pervasive
and without effective means of control.”, Ekonomika Poljoprivrede,
Edisi 60, Balkan
Scientific Association of Agricultural Economists, April-Juni 2013,
hlm. 365. ProQuest
Agricultural Journal, lihat http://e-resources.pnri.go.id:, diunduh
30 Agustus 2015.
[30] Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan,
pihaknya masih berupaya menuntaskan IUP bermasalah dengan koordinasi dan
supervisi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beserta seluruh
gubernur, http://www.kpk.go.id/ id/berita/berita-sub/2620-esdm-buru-izin-tambang-bermasalah, diunduh 29 Agustus 2015.
[31]
Iskandar, Instrumen Ekonomi…, op.cit.,
hlm 2-3. Iskandar, et.al., Kajian Pengaturan Pengelolaan Pertambangan
Mineral dan Batubara Di Provinsi Bengkulu, Dinas ESDM Prov. Bengkulu, hlm.
5-6. Lihat juga http://indo.jatam.org/saung-pers/siaran-pers/html.,
diunduh 30 Agustus 2015.
[32] Di
Provinsi Bengkulu, Izin pertambangan yang terindikasi berada dalam Kawasan
Hutan Konservasi dan Hutan Lindung berdasarkan hasil analisis melalui overlay data izin di bidang pertambangan
dengan peta kawasan hutan yaitu sebagai berikut: a. Terdapat 23 (dua puluh
tiga) perusahaan yang arealnya terindikasi berada pada kawasan Hutan Konservasi
yang meliputi areal seluas ± 5.144,55 Ha. b. Terdapat 16 (enambelas) perusahaan
yang arealnya terindikasi berada pada kawasan Hutan Lindung yang meliputi areal
seluas ± 113.600,96 Ha., lihat Surat Dirjen Planologi Kehutanan
Kementerian Kehutanan Nomor : S. 706 /VII-PKH/2014, tanggal 10 Juli 2014, yang
ditujukan kepada Gubernur Bengkulu dan Bupati/Walikota di Propinsi Bengkulu.
[33] Lihat ketentuan Pasal 19 dan Pasal 38 Undang-undang No. 41 tahun
1999 tentang Kehutanan. lihat juga ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan jo.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan
Fungsi Kawasan Hutan. Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Perhatikan juga Iskandar, 2015, Hukum
Kehutanan, Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan
Pengelolaan Kawasan Hutan Berkelanjutan, Mandar Maju, Bandung, hlm. 108.
[34]
Iskandar, et.al., Pengaturan Pengelolaan Minerba .. loc.cit., perhatikan Honkonen, Tuula, Challenges of Mining Policy and Regulation in Central Asia: the Case of
the Kyrgyz Republic, Abstract, Journal of Energy & Natural Resources Law, Vol.31. Edisi 1, (Feb 2013), ProQuest
Research Library, http://e-resources.pnri.go.id:2058/docview/, diunduh
30 Agustus 2015.
[35] Lihat
Ketentuan Pasal 1 angka 35, Pasal 33, Pasal 41, dan Pasal 56 UUPPLH, Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
[36] Ketentuan Pasal 36 UU No. 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH,
menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau
UKL dan UPL, wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan diterbitkan
berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 UUPPLH atau rekomendasi UKL-UPL. Izin lingkungan wajib mencantumkan
persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL. Pasal 39 UUPPLH, permohonan izin lingkungan dan izin
lingkungan wajib diumumkan, dan dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh
masyarakat.
[37] Ketua
Tim Satgas Illegal Fishing, Mas
Achmad Santosa, menyatakan bahwa kapal eks asing di Indonesia ada 1.132 dengan
berbagai ukuran. Biasanya satu izin bisa digunakan tiga sampai empat kapal.
Artinya ada 1.132 kapal kali tiga sampai empat kapal, jadi ada sekitar 4.000
kapal eks asing di Indonesia. Ada sekitar 3.000 kapal ilegal yang mencuri ikan
di wilayah perairan Indonesia. Dengan demikian terdapat sekitar 8.000
kapal-kapal yang menjarah sumber daya alam sektor kelautan di Indonesia, http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/19/058667481/500-kapal-dari-49-perusahaan-terancam-diseret-tindak-pidana,
diunduh, 30 Agustus 2015.
[38]
Terkait dengan perizinan ini dapat dilihat ketentuan Undang-undang No. 31 Tahun 2004
tentang Perikanan, Pasal 26 (SIUP), Pasal 27 (SIPI), dan Pasal 28 (SIKPI), dan
ketentuan perubahannya sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 45 Tahun 2009
tentang Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
[39] Pasal
111 ayat (1) UUPPLH menyebutkan bahwa,
Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah). Ayat (2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang
menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah). Pasal 112 Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
[40] lihat ketentuan Pasal 63 dan Pasal 76 ayat (1) UUPPLH, jo. Pasal 71 PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, jo. Pasal
4 dan Pasal 8 PermenLH No. 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman
Penerapan Sanksi Administratif Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
[42] Lihat
ketentuan Pasal 109 dan Pasal 110 UUPPLH.
[43] Siti
Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan
dan Kebijaksanaan Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya, hlm.
191.
[44] Lihat
Iskandar, 2015, Peran
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Mencegah
Timbulnya Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam, Artikel,
disampaikan pada lokakarya yang di selenggarakan oleh DPRD Kabupaten Seluma,
dengan Tema: “Peranan DPRD Dalam
Menyelesaikan Konflik Perkebunan dan Pertambangan Di Kabupaten Seluma”, Rabu, 16 September 2015, di Hotel Risky,
Tais, Kabupaten Seluma, hlm. 17.
[45]
Sanksi Administratif adalah perangkat sarana hukum administrasi yang bersifat
pembebanan kewajiban/perintah dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha
negara yang dikenakan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas
dasar ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau ketentuan dalam izin
lingkungan. Lihat ketentuan Pasal 1 angka 1 PermenLH Nomor 02 Tahun 2013
Tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Administratif Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[46]
Sesuai dengan ketentuan Pasal 76 UUPPLH dinyatakan bahwa menteri, gubernur,
atau bupati/walikota menerapkan sanksi
administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi administratif tersebut terdiri
atas: (1) teguran tertulis; (2) paksaan pemerintah; (3) pembekuan izin
lingkungan; atau (4) pencabutan izin lingkungan. Sedangkan tujuannya
sebagaimana ketentuan Pasal 2 PermenLH Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif Di Bidang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu bahwa Pengenaan Sanksi
Administratif bertujuan untuk: a. melindungi lingkungan hidup dari pencemaran
dan/atau perusakan akibat dari suatu usaha dan/atau kegiatan; b. menanggulangi
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; c. memulihkan kualitas
lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; dan d.
memberi efek jera bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dan ketentuan dalam Izin Lingkungan.
[47]
Philipus M. Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan
Pemerintahan yang Bersih, Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 10 Oktober 1994, hlm. 7.
[48] Lihat
Iskandar, 2015, Implikasi Alih Kewenangan Dalam Pengelolaan
Sumber Daya Alam Pasca Berlakunya Undang-Undang No. 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Artikel,
disampaikan pada Seminar dengan Tema “Mendorong
Efisiensi Pemberlakuan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang
pemerintahan Daerah Terhadap
Perbaikan dan Penataan Izin Pertambangan dan Perkebunan di Provinsi Bengkulu,
yang diselenggarakan oleh WALHI-Bengkulu, tanggal 11 Juni 2015, di Samudra
Dwinka Hotel, Bengkulu, hlm. 11.
[49] Ibid., hlm. 12.
[51] Ibid., hlm. 14.